Headline.co.id (Semarang) ~ Warga kelurahan Kebonharjo, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang melakukan aksi demo dengan melakukan pemasangan spanduk protes di Jalan Ronggolawe pada Minggu (16/2).
Mereka melakukan aksi menyusul pembatalan sertifikat tanah dan bangunan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ketua Forum RW Kebunharjo, Suparjo mengatakan dalam surat BPN membatalkan 56 sertifikat milik warga.
baca juga: Apa itu Grondkaart? Ini Penjelasan dan Legalitasnya Dimata Hukum
Suparjo menyampaikan pada Tahun 2016, PT KAI tiba-tiba melakukan mengklaim tanah kebonharjo dan mengeksekusi tanpa pengadilan.
Ketika menghubungi Aset PT KAI Daop 4 Semarang mereka menyampaikan PT KAI telah menempuh jalur hukum.
“Dengan bukti yang kami miliki, kami melakukan gugatan kepada kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang di pengadilan untuk menyelamatkan aset PT KAI,” ungkapnya.
Setelah Headline.co.id melakukan penelusuran, lahan tersebut merupakan eks lintas kereta api yang mana lahan tersebut akan digunakan untuk reaktivasi jalur kereta api Stasiun Tawang – Pelabuhan Tanjung Emas.
Pembatalan 56 SHM tersebut sudah melalui putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap, salah satunya ada pada putusan PTUN Semarang dengan nomor 002/G/2017/PTUN.SMG, dalam putusan tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang mengabulkan gugatan PT KAI untuk membatalkan sertifikat. Tak hanya PTUN, proses hukum berlanjut hingga ke Mahkamah Agung dan dimenangkan oleh PT KAI (Persero).
baca juga: Menteri ATR/BPN: Pensertifikatan Tanah Grondkaart Jadi Prioritas Kami
Kantor ATR Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Semarang angkat bicara terkait aksi warga Kelurahan Kebonharjo turut angkat bicara terkait pembatalan 56 sertfikat di Kebunharjo.
Kepala BPN Kota Semarang Sigit Rahmawan menyampaikan surat pembatalan tersebut merupakan hasil putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Menurutnya, putusan tersebut telah dikeluarkan PTUN sejak 2019 sebagai hukuman yang harus dijalankan BPN.
Sigit menuturkan, pihaknya dihukum mengeluarkan surat pembatalan. Prosedur dari pihaknya harus mengirimkan surat rekomendasi pembatalan ke Kanwil BPN Jateng. Setelah rekomendasi turun dari Kanwil BPN Jateng, pihaknya baru bisa mengeluarkan surat pembatalan atas 56 sertifikat tersebut.
“Surat pembatalan ini baru keluar sekitar sepekan yang lalu,” ungkap Sigit.
baca juga: Grondkaart, Produk Hukum Era Kolonial yang Sah Hingga Kini
Sementara dalam pertemuan yang dilakukan antara Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI, PT KAI, dan juga Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada Rabu, 29 Januari 2020 lalu, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengatakan bahwa ada dua tipe tanah dengan aturan tersendiri yakni tanah negara dan tanah umum. Tanah negara merupakan kekayaan dan aset negara yg wajib dilindungi termasuk yg dikuasai PT KAI.
Salah satu DPD asal Jawa Tengah juga sempat menanyakan soal tanah di Kebonharjo, Semarang. Namun, Sofyan menyampaikan bahwa lahan milik PT KAI hak grondkaart tetap diprioritaskan untuk disertifikatkan mengingat kebutuhan masa depan bagi moda transportasi di Indonesia lebih mengutamakan kereta api.
Pakar Sejarah Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Prof. Djoko Marihandono, M.Sc, Ia menyampaikan, berdasarkan kajian historis Grondkaart dapat menjadi alat bukti yang sah untuk menunjukan status hak dan kepemilikan atau penguasaan lahan secara hukum karena memiliki dua dasar, yakni dasar hukum administrasi dan dasar hukum material.
Sementara lahan eks perusahaan kereta Belanda kini sudah menjadi milik PT KAI, sesuai dengan perjanjian 7 September 1966, Pemerintah melakukan pembayaran ganti rugi kepada Pemerintah Belanda yang mana pembayaran tersebut baru selesai tahun 2003.
baca juga : Penyerobotan Aset Milik PT. KAI, Masalah Serius Bagi KPK
Terkait ganti rugi jika terdapat bangunan atau barang milik masyarakat atau pihak lain yang berada di atasnya lahan milik Pemerintah atau BUMN, maka ganti ruginya diatur dengan Keputusan Presiden (Keppres) no. 62 tahun 2018. Ganti rugi tersebut dilakukan melalui proses appraisal yg dilakukan oleh tim yang dibentuk BPN dan melibatkan pihak-pihak terkait.
Jika menelusuri lebih dalam tentang Keppres no. 62 tahun 2018, pada pasal 1 ayat 3 menyebutkan, penanganan masalah sosial berupa pemberian santunan untuk pemindahan masyarakat yang menguasai tanah yang akan digunakan untuk pembangunan nasional. Pasal diatas sudah dijelaskan bahwa penanganan masalah sosial itu dilakukan dengan memberikan santunan bukan ganti rugi, karena pencabutan hak untuk proyek negara.
Persoalan di atas sudah diputuskan oleh hukum, sehingga tidak bisa lagi diganggu gugat karena putusan sudah inkracht. Yang terpenting saat ini adalah mencari solusi terbaik bagi mereka yang mengalami pencabutan sertifikat hak milik.
Pencabutan sertifikat dilakukan atas dasar aturan yang disebutkan di atas, dan juga mengingat fungsi lahan di masa mendatang akan digunakan bagi kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi atau perusahaan.
baca juga: Meragukan Keabsahan Grondkaart, Dosen Universitas Garut Tuai Kritik