Headline.co.id, Jakarta ~ Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, menegaskan bahwa standar keberlanjutan untuk industri sawit harus bersifat universal dan tidak hanya menguntungkan satu wilayah tertentu. Pernyataan ini disampaikan dalam Konferensi Minyak Sawit Indonesia ke-21 dan Prakiraan Harga 2026 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada Kamis, 13 November 2025.
Arif Havas mengkritik Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip keberlanjutan internasional. Menurutnya, peraturan tersebut membebani petani kecil, menciptakan diskriminasi terhadap negara berkembang, dan berpotensi melanggar keadilan sosial dalam rantai pasok. “Dengan pendekatan ini, implementasi EUDR dapat menjadi lebih adil, proporsional, dan sesuai dengan prinsip keberlanjutan internasional,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa prinsip universal harus menjadi hukum internasional, sehingga standar yang diterapkan harus berlaku secara global. “Bukan berarti standar pengelolaan sawit negara barat (Eropa) lebih baik, dan ASEAN tidak. Sebab seharusnya EUDR memiliki standar yang sama,” kata Arif Havas.
Sebagai solusi, Arif Havas mengusulkan mekanisme komunikasi yang telah terbukti melalui pengalaman Indonesia dengan Uni Eropa dalam perjanjian FLEGT-VPA di sektor kehutanan. Ia merekomendasikan pembentukan Licensing Information Unit di Indonesia sebagai saluran komunikasi resmi bagi otoritas Eropa untuk memverifikasi asal-usul dan status keberlanjutan produk, dengan data tetap disimpan di Indonesia.
Menurut Arif Havas, mekanisme serupa dapat diterapkan untuk EUDR melalui integrasi dashboard nasional Indonesia dan sistem EUDR. Hal ini diharapkan dapat memungkinkan verifikasi berjalan tanpa membebani petani kecil dan tanpa melanggar kedaulatan data.





















