HeadLine.co.id (Jakarta) – Presiden Jokowi menyebutkan pulang kampung dan mudik itu berbeda saat tampil di acara Mata Najwa. Hal ini membuat perbincangan hangat dikalangan warganet dan sempat menjadi trending topic di Twitter Rabu, (22/04).
Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat, ternyata sependapat dengan dengan Presiden Jokowi.
Baca juga: Bacaan Doa Berbuka Puasa Ramadan Lengkap, Sesuai Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam
Guru Besar Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia ini berpendapat mudik dan pulang kampung memiliki arti yang berbeda. Bukan sama arti seperti yang tertulis di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Dalam KBBI yang terakhir kali dipatenkan pada Oktober 2019 ini, tertulis mudik dan pulang kampung sama. Karena ada dua arti dari mudik seperti yang tertulis di KBBI.
Baca juga: Hindari Covid-19, Ini 10 Panduan Cara Ibadah Aman Selama Ramadan 1441 H (2020) dari Kemenag
Adapun arti mudik yang pertama yaitu berlayar atau pergi ke udik atau hulu. Arti kedua mudik itu pulang ke kampung halaman. Ternyata, mudik yang selama ini diartikan dengan pulang ke kampung merupakan bahasa percakapan.
“Memang beda arti mudik dengan pulang kampung. Biasanya pembaca kurang cermat. Di KBBI tertulis v cak. Cak itu berarti percakapan,” ucap Prof Rahayu dalam perbincangannya dilansir dari Detikcom, Kamis (23/4) malam.
Baca juga: Jadwal Imsakiyah dan Magrib Wilayah DKI Jakarta Selama Bulan Ramadan 1441 H 2020
Prof Rahayu berpendapat, bahasa percakapan adalah anti kaidah. Karena arti pulang kampung beda dengan mudik tetapi kerap dipakai dalam bahasa percakapan masyarakat.
Sementara itu, mudik artinya pergi ke udik atau hulu. Sedangkan pulang kampung artinya kembali ke kampung halaman.
Baca juga: Peran Masyarakat Jadi Penentu Keberhasilan Dalam Mengakhiri Covid-19
Memandang hal ini, Prof Rahayu mengatakan, Presiden Jokowi mencoba membatasi penggunaan kata mudik dalam konteks Idul Fitri. Adapun pulang kampung tidak berhubungan dengan Idul Fitri.
“Mungkin karena dahulu sebagian besar wilayah Indonesia berbentuk kampung, banyak warga lahir di kampung (halaman). Dan memang banyak pekerja di Jakarta yang meninggalkan keluarganya di kampung,” tandas Prof Rahayu.