Pangeran Sunda Menolak Kemewahan Istana, Pilih Hidup Sederhana
Jakarta – Berbeda dari kebanyakan orang yang mendambakan kehidupan di istana dengan segala keistimewaannya, Bujangga Manik, seorang pangeran dari Kerajaan Sunda Pakuan, justru memilih untuk meninggalkan kemewahan tersebut.
Tolak Kehidupan Mewah
Bujangga Manik, yang hidup pada sekitar tahun 1490-an, tumbuh besar di Istana Raja di Gunung Salak. Namun, menurut catatan sejarawan Herald van der Linde dalam “Majapahit: Intrigue, Betrayal and War in Indonesia’s Greatest Empire”, kemewahan tersebut justru tidak membuat Bujangga Manik merasa nyaman.
Ia prihatin melihat kesenjangan yang terjadi di dalam istana. Kemakmuran dan keistimewaan hanya dinikmati oleh segelintir orang di lingkaran kekuasaan, sementara di luar sana banyak masyarakat yang hidup susah.
Jelajahi Jawa dengan Jalan Kaki
Berangkat dari keprihatinannya itu, Bujangga Manik memutuskan untuk meninggalkan istana. Mendengar anaknya kabur, Raja dan Ratu awalnya tidak terlalu mengkhawatirkan, karena banyak anak muda pada masa itu pergi dari istana dan kembali setelah bosan.
Namun, Raja dan Ratu mulai cemas ketika Bujangga Manik pergi ke Timur Jawa, yang dianggap berbahaya. Naskah kuno Sunda mencatat bahwa Bujangga Manik berjalan kaki hingga ke Pemalang, Jawa Tengah.
Di perjalanan, ia mengunjungi banyak candi dan melakukan kegiatan spiritual. Bahkan, di Penataran dekat Blitar, ia belajar bahasa Jawa dan membantu menerjemahkan naskah kuno selama setahun.
Kembali ke Istana dan Kabur Lagi
Setelah sekian lama, Bujangga Manik kembali ke istana. Sang ibu yang melihat anaknya dengan penampilan compang-camping dan rambut kusut sangat terkejut.
Namun, kenyamanan di istana tidak bertahan lama. Bujangga Manik merasa tidak nyaman dengan kisah cinta dan perlakuan ibunya. Ia menolak permintaan ibunya untuk menikahi seorang perempuan yang menggodanya.
Dengan hati hancur, Bujangga Manik memutuskan untuk meninggalkan istana untuk selamanya. Ia berjalan kaki ribuan kilometer sebagai petapa, dari Pakuan ke Jawa Tengah, Bali, dan kembali ke Jawa Barat.
Kisah Bujangga Manik yang menolak kemewahan istana dan memilih hidup sederhana menjadi inspirasi bagi banyak orang hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak selalu dapat ditemukan dalam kemewahan, tetapi dapat diperoleh dari keberanian untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.
sumber: https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20240902112050-25-568345/pangeran-sunda-tolak-hidup-mewah-kabur-dari-istana-hidup-sederhana.