Headline.co.id (Samarinda) ~ Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Melalui instansi berwernang menginisiasi pembentukan Satgas Anti-Perundungan (Bullying) di sekolah. Hal tersebut dilakukan karena akhir-akhir ini banyak kasus perundungan yang marak terjadi, sementara terkait penangananya belum dilakukan secara terpadu.
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, Minggu (23/2), Menyampaikan maraknya kejadian bullying di sekolah yang terus berlangsung dari generasi ke generasi inilah yang kemudian menginisiasi kami membentuk Satgas Anti Bullying.
baca juga : Siswi SMP di Purworejo Menjadi Korban Perundungan, Ganjar Pranowo: Sudah Ditangani
Berdasarkan pengakuannya, beberapa hari yang lalu telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak terkait keinginan dalam membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Perundungan di sekolah tersebut. Harapannya dengan adanya satgas ini mampu meminimalisir, bahkan bisa menghentikan perundungan antara teman-teman di sekolah maupun yang dilakukan oleh kelompok siswa di sekolah.
Ia juga menambahkan bahwa pihak yang di ajak untuk melakukan kerja sama dalam melakukan inisiasi pembentukan Satgas Anti-Perundungan di sekolah ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltim, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Kaltim, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Kaltim, Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda, dan Forum Anak Kaltim.
Halda menuturkan, ksus perundungan itu ibaranya fenomena gunung es yang terus terjadi karena adanya indikasi pembiaran baik oleh guru, orang tua, pihak sekolah maupun pengawas. Banyak perundungan terjadi, namun yang terungap hanya sedikit.
baca juga: Pelaku Perundungan Siswi di Purworejo Resmi Menjadi Tersangka
Jika diteliti lebih jauh, perundungan akan berpengaruh pada jiwa anak atau perkembangan mental pada korban. Bahkan kasus perundungan kerap terjadi karena tidak adanya komunikasi efektif dalam keluarga, sedangkan di sekolah, komunikasi antara siswa dan guru pun tidak lancar.
Usia SMA, katanya lagi, merupakan usia transisi menuju fase dewasa, sehingga rujukan perilaku mereka adalah teman sebaya atau per kelompok antara mereka, bukan lagi oleh orang tua.
“Pola asuh sangat penting agar anak memiliki kemandirian dan keberanian dalam menghadapi pelaku perundungan. Anak juga harus berani mengadu jika mengalami perundungan sehingga mendapat dukungan sosial besar dari keluarga,” katanya.
Menurutnya, masalah perundungan bisa dihilangkan asalkan dilakukan secara terus menerus dan terintegrasi, sehingga perlu dilakukan kerja sama dengan berbagai pihak mulai dari orang tua, guru, manajemen sekolah, dan pemerintah.
baca juga: Polisi Menetapkan Dua Tersangka Dalam Kasus Perundungan Siswa SMPN Malang
“Satgas yang terbentuk nantinya akan menjadi jembatan komunikasi guna melakukan upaya strategis sebagai agen pencegahan maupun penanganannya, sehingga pelaku menyadari perbuatannya, kemudian korban rundung juga tidak trauma,” tutur Halda.