Kebiasaan Air Kemasan Turunkan Kelas Menengah
Jakarta, Headline.co.id – Ekonom senior Bambang Brodjonegoro mengungkap bahwa kebiasaan konsumsi air kemasan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan jutaan warga kelas menengah Indonesia turun kelas. Kebutuhan akan air galon, botol, dan lainnya disebut telah menggerus pendapatan bulanan.
Fenomena ini bukan disebabkan semata oleh pandemi COVID-19 dan PHK, melainkan sudah berlangsung sejak lama. Kebiasaan membeli air kemasan telah mengakar sejak masa kolonial Belanda dengan kemunculan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pertama, Hygeia.
Solusi Krisis Air Bersih
Sejak dulu, masyarakat Indonesia terbiasa mengonsumsi air yang direbus karena kekhawatiran akan penyakit yang dibawa oleh air kotor. Namun pada abad ke-17, Hendrik Freerk Tillema, seorang apoteker Belanda, memiliki ide untuk menciptakan air minum kemasan sebagai solusi krisis air bersih.
Pada tahun 1901, Tillema mendirikan pabrik AMDK Hygeia di Semarang. Nama tersebut terinspirasi dari mitologi Yunani Kuno yang melambangkan dewa pemberi kesehatan. Di kalangan pribumi, Hygeia dikenal sebagai “air Belanda”.
Orang Terkaya
Tillema gencar mempromosikan Hygeia melalui iklan koran dan selebaran yang disebarkan di berbagai kota. Inovasinya sukses mengubah kebiasaan masyarakat dan menjadikannya salah satu orang terkaya di Indonesia.
Keberhasilan Hygeia tidak hanya berdampak pada konsumsi air, tetapi juga kesehatan masyarakat. Di Semarang, kasus malaria menurun berkat konsumsi air bersih dari Hygeia. Kesuksesan ini menjadikan Tillema anggota dewan kota Semarang.
Meski riwayat Hygeia berakhir setelah Indonesia merdeka, keberhasilannya menjadi inspirasi bagi pengusaha lain dalam mengembangkan industri AMDK di Indonesia. Namun, kebiasaan konsumsi air kemasan yang berlebihan saat ini justru menjadi penggerus kesejahteraan masyarakat kelas menengah.
sumber: https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20240902093958-25-568301/cerita-air-kemasan-pertama-di-ri-yang-kini-bikin-warga-miskin.