Headline.co.id, Jakarta ~ Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam memimpin pembentukan standar global untuk keselamatan anak di ruang digital. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Fifi Aleyda Yahya, yang mewakili Menteri Komdigi dalam forum internasional The Sydney Dialogue 2025 di Sydney, Australia. Forum tersebut berfokus pada keamanan teknologi dan tata kelola ruang digital global.
Dalam sesi utama bertema “Keeping Our Citizens Safe Online”, Fifi menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak dalam Sistem Elektronik (PP TUNAS) merupakan langkah konkret Indonesia untuk menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan ramah bagi anak-anak. “PP TUNAS menunjukkan bahwa kepemimpinan modern diukur dari tindakan kebijakan, bukan sekadar pernyataan. Transformasi digital harus tumbuh bersama keamanan dan kesejahteraan anak,” ujar Fifi di hadapan para peserta forum.
Indonesia kini menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang memiliki aturan komprehensif untuk melindungi anak di dunia digital. Namun, cakupan PP TUNAS dinilai lebih luas karena mencakup seluruh platform digital dan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), bukan hanya media sosial. PP TUNAS mewajibkan setiap platform untuk menerapkan prinsip safety-by-design dengan menilai tujuh kategori risiko, termasuk kontak dengan orang asing, paparan konten berbahaya, eksploitasi anak sebagai konsumen, ancaman keamanan data, potensi adiksi, hingga gangguan fisiologis dan psikologis.
Menjelang diberlakukannya undang-undang pelarangan media sosial bagi anak di bawah 16 tahun di Australia, Fifi juga menyoroti pentingnya edukasi dan pengawasan digital terhadap anak. Ia menyinggung kasus peledakan di SMA 72 Jakarta yang melibatkan siswa, sebagai pengingat pentingnya pengawasan terhadap perilaku daring remaja. Fifi memaparkan data BPS 2024 yang menunjukkan hampir 40 persen anak di bawah 6 tahun di Indonesia telah menggunakan gawai, dan sekitar 35–39 persen di antaranya sudah mengakses internet.
“PP TUNAS tidak membatasi anak, tetapi memastikan pengawasan yang sehat. PSE wajib menerapkan pembatasan usia, verifikasi akun, penyaringan konten berbahaya, mekanisme pelaporan yang mudah, serta fitur pengawasan orang tua,” jelasnya. “Intinya, PP TUNAS menciptakan ekosistem digital yang aman dan beretika sesuai usia perkembangan anak.”
Dalam forum yang dihadiri pemimpin sektor digital dari berbagai negara itu, Fifi juga menyerukan kolaborasi nyata pemerintah dan platform global dalam menghadirkan verifikasi usia berbasis sistem, bukan hanya imbauan. Indonesia saat ini memperkuat pengawasan terhadap konten berbahaya melalui Sistem Analisis dan Monitoring (SAMAN), yang digunakan untuk melacak dan menindak penyebaran konten berisiko lintas platform.
“Keselamatan anak tidak boleh menjadi renungan, melainkan prinsip dasar tata kelola digital,” tegas Fifi. “Teknologi harus memberdayakan anak, bukan membahayakan mereka. Indonesia siap memimpin upaya global untuk memastikan ruang digital yang aman, tepercaya, dan berpusat pada masa depan generasi muda.”



















