Headline.co.id, Jakarta ~ Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa puncak musim hujan di wilayah Indonesia bagian barat akan terjadi pada bulan November hingga Desember 2025. Berdasarkan analisis BMKG, curah hujan tinggi hingga sangat tinggi diperkirakan akan mencapai lebih dari 150 milimeter per dasarian di beberapa wilayah Indonesia.
BMKG juga mencatat adanya 45 kejadian bencana cuaca ekstrem, yang didominasi oleh hujan lebat dan angin kencang, menyebabkan banjir dan tanah longsor di berbagai daerah dalam beberapa pekan terakhir. Prof. Dr.Eng. Ir. Wahyu Wilopo S.T., M.Eng., IPM., dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, menjelaskan bahwa perubahan iklim global dapat memicu dampak negatif terhadap lingkungan, salah satunya adalah meningkatnya bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor. Kedua bencana ini merupakan fenomena alam yang sering terjadi setiap tahun, disebabkan oleh curah hujan yang berlebihan.
“Kondisi ini semakin diperparah dengan intensitas curah hujan yang tinggi,” ujarnya pada Rabu (5/11).
Wahyu menambahkan bahwa daerah yang paling berisiko mengalami banjir adalah wilayah yang dekat dengan sungai atau saluran air serta daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Makassar, Medan, dan Palembang. Sementara itu, daerah yang rawan longsor adalah wilayah pegunungan dengan lereng sedang hingga curam, yang tersusun oleh material tanah atau batuan lapuk dan tebal, serta memiliki beban di atas lereng. Contohnya adalah pegunungan di Kalimantan dan Sulawesi.
“Pada prinsipnya, daerah yang rentan longsor aman dari banjir dan yang rentan banjir aman dari longsor,” jelasnya.
Tanda-tanda bencana tersebut dapat dikenali lebih awal dengan memperhatikan lingkungan sekitar. Retakan tanah atau struktur bangunan, miringnya tiang atau pohon, serta guguran tanah atau batuan di lereng bisa menjadi indikasi longsor. Sedangkan banjir biasanya diawali dengan hujan deras yang terus menerus, kenaikan permukaan air sungai, hingga munculnya genangan air di jalan atau sekitar rumah.
Oleh karena itu, penting untuk menggalakkan ronda lingkungan, terutama setelah hujan, guna mengamati tanda-tanda banjir atau longsor sehingga langkah-langkah pencegahan dapat diambil. Menurut Wahyu, relokasi dan upaya fisik untuk mitigasi bencana harus dilakukan secara kolaboratif oleh pemerintah, akademisi, masyarakat, dan media massa. Selain itu, modifikasi cuaca dapat menjadi solusi efektif untuk mencegah banjir dan longsor.
“Salah satu penyebab utama terjadinya banjir dan longsor adalah curah hujan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, modifikasi cuaca merupakan salah satu usaha yang efektif untuk mencegah terjadinya banjir dan longsor,” katanya.
Wahyu menekankan bahwa perubahan iklim global tidak dapat dihindari dan harus dihadapi dengan adaptasi, termasuk menghadapi dampaknya seperti banjir dan longsor. Menghindari daerah-daerah yang rentan terhadap bencana ini, baik secara permanen maupun sementara, adalah salah satu cara untuk menghadapinya.
“Bencana bukan hanya permasalahan pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menghindari dan meminimalkan dampak kejadian bencana tersebut,” tambahnya.




















