Headline.co.id (Jakarta) – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mulai merumuskan ulang kebijakan Pengelolaan Kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mempercepat pencapaian program Asta Cita melalui pembangunan birokrasi yang adaptif dan berorientasi dampak. Reformulasi ini dibahas dalam Rapat Koordinasi yang digelar di Jakarta, Selasa (18/11/2025), dengan melibatkan pakar serta kementerian/lembaga/daerah sebagai mitra strategis. Langkah tersebut diambil untuk memastikan sistem kinerja ASN lebih efektif, terintegrasi, dan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan pegawai.
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, Aba Subagja, menegaskan bahwa penyempurnaan kebijakan kinerja harus terkait langsung dengan target nasional. “Kita harus memastikan ASN kita adalah high-performing talent. Dalam konteks kinerja kita harus bisa mencermati perencanaan kinerja seseorang saat menempati jabatan tertentu bahkan dapat dikaitkan dengan Asta Cita dan Program Prioritas Presiden,” ujarnya dalam sambutan pembuka.
Aba menjelaskan bahwa masukan dari berbagai pihak diperlukan untuk memperbarui regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Presiden No. 30/2019 dan Permen PANRB No. 6/2022. Penyempurnaan ini dilakukan agar pengukuran kinerja tidak berhenti pada penilaian administratif, tetapi mampu memberikan dampak langsung pada peningkatan motivasi dan kesejahteraan ASN melalui sistem penghargaan yang terintegrasi.
Asisten Deputi Pengelolaan Kinerja, Sistem Penghargaan, dan Pengakuan SDMA PANRB, Hidayah Azmi Nasution, memaparkan tiga output utama dari rangkaian diskusi tersebut. “Pertama, kita memperoleh pemahaman bersama mengenai penyempurnaan panduan pengelolaan kinerja yang berfokus pada hasil dan kesejahteraan. Kedua, kita memetakan isu krusial dalam implementasi sistem di K/L/D. Ketiga, kita akan mendapat kerangka kerja sementara sebagai masukan strategis yang akan ditindaklanjuti,” ujarnya.
Azmi menjelaskan bahwa penyusunan arsitektur kebijakan dilakukan melalui benchmarking ke sejumlah institusi, termasuk Bank Indonesia (BI), Astra International, dan Bank Rakyat Indonesia. Studi literatur juga merujuk praktik dari lembaga manajemen kinerja di Amerika Serikat, Australia, dan Inggris.
Dalam sesi penanggap ahli, Kepala Departemen SDM Bank Indonesia, Idah Rosidah, membagikan pengalaman BI yang dikenal memiliki tingkat maturitas tinggi dalam pengelolaan kinerja. BI telah berhasil mengintegrasikan kinerja pegawai dengan sistem remunerasi, manajemen penghargaan, dan pengembangan talenta. Namun, Idah mengingatkan bahwa pengelolaan SDM tidak boleh sepenuhnya diserahkan pada sistem.
“Manajemen pegawai tidak boleh sepenuhnya mengandalkan sistem. Diperlukan pendekatan humanis dan penyesuaian dengan konteks permasalahan. Kalau di BI, manajemen SDM dilakukan 70 persen dan 30 persen dengan sistem,” jelasnya.
Idah juga menekankan bahwa tidak ada satu formula yang cocok untuk semua kondisi. “Saya setuju dengan sudut pandang no size fits all. Artinya tidak ada satu pendekatan yang bisa selalu diterapkan untuk individu atau situasi tertentu,” katanya. Ia menambahkan bahwa model BI dapat direplikasi dalam konteks ASN jika dikelola secara konsisten.
Selain itu, Idah menyoroti tantangan generational gap di lingkungan kerja. Perbedaan karakter antar generasi, menurutnya, dapat menimbulkan konflik jika tidak dikelola dengan baik. “Solusinya adalah humanizing human capital atau memanusiakan manusia dan jangan lupa melakukan suksesi agar tidak kehilangan talenta yang sedang dibangun,” tutupnya.
Upaya reformulasi kebijakan kinerja ini diharapkan memperkuat fondasi aparatur negara yang profesional, kompeten, dan mampu memberikan layanan publik yang berkualitas, sejalan dengan visi pembangunan nasional.



















