Klaim Salam Sebagai Ibadah Tidak Tepat, Gus Yahya Jelaskan
Jakarta, Headline.co.id – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), mengomentari klaim bahwa semua salam merupakan bagian dari ibadah. Menurutnya, klaim tersebut tidak akurat karena tidak semua salam memiliki makna religius.
Dalam Halaqah Ulama di kantor PBNU Jakarta pada Selasa (11/6/2024), Gus Yahya menyatakan, “Ada klaim bahwa assalamualaikum adalah ibadah, maka diklaim salam yang lain juga ibadah. Padahal tidak ada ibadah itu.”
Ia merujuk pada salam sejahtera yang umum digunakan dalam berbagai tradisi keagamaan, namun tidak selalu dianggap sebagai ibadah formal. “Tanya teman-teman Kristen apakah salam sejahtera masuk dalam liturgi (peribadatan Kristen)?” ujarnya.
Gus Yahya menegaskan bahwa salam dalam pidato atau pertemuan tidak selalu bermotif ibadah, melainkan dapat menjadi simbol kerukunan antarumat beragama. Ia mengambil contoh praktik keagamaan di Turki dan sikap Paus Fransiskus yang tidak selalu memulai pidato dengan salam tertentu.
“Saya ajukan pertanyaan, apakah boleh memulai pidato dengan ungkapan yang secara simbolis dimaksudkan untuk menunjukkan kerukunan antarumat beragama?” ungkapnya.
Lebih lanjut, Gus Yahya mengklarifikasi mengenai salam “Namo Buddhaya” dalam Buddhisme. Ia menjelaskan bahwa Buddhisme tidak memiliki konsep ibadah dalam pengertian teistik seperti dalam agama-agama lain. Meditasi, bukan penyembahan kepada Siddhartha Gautama, merupakan praktik utama dalam Buddhisme.
“Jangan dikira orang Buddha menyembah Buddha, tidak. Buddha hanya pemikirannya dianggap panutan oleh para penganut Buddhisme,” katanya.
Gus Yahya juga menyoroti pentingnya perubahan pola pikir di kalangan ulama dan pemikir Islam terkait lintas agama. Ia menilai sebagian besar fuqaha masih dipengaruhi oleh pemikiran era Turki Utsmani dan belum sepenuhnya memahami konsep NKRI.
“Ke depan ini menjadi krusial lagi karena sekarang ini berbagai aktor yang sangat kuat bertarung melakukan mainstreaming dari gagasan-gagasan agar menjadi mindset dari masyarakat,” ungkapnya.
Gus Yahya mengajak semua pihak untuk berpikir jernih dan tidak terjebak dalam upaya mainstreaming yang tidak jelas asal-usulnya sehingga seolah-olah gagasan tersebut berasal dari agama. “Gagasan-gagasan yang asal-usulnya tidak jelas seperti sekularisme dapat menjadi bagian dari strategi mainstreaming yang mempengaruhi tokoh agama dan ulama untuk memberikan persetujuan,” katanya.
sumber: https://www.cnbcindonesia.com/syariah/20240611133047-29-545650/ketum-pbnu-komentari-fatwa-mui-haramkan-ucapkan-salam-lintas-agama.