Headline.co.id, Semarang ~ Di tengah-tengah gemuruh hujan yang merayapi jalan-jalan “Kota Atlas”, sebuah tradisi berabad-abad tetap tegak kokoh, menatap masa depan dengan semangat khidmat. Ritual Dugderan, sebuah perayaan yang telah melanglang buana selama 143 tahun, kembali menyaput Semarang dalam suasana yang penuh khidmat pada Sabtu (9/3/2024). Sementara teknologi merajai dunia, tradisi ini membuktikan kelestariannya dengan teguh.
Baca juga: Tragedi Pembunuhan Bocah di Sleman: Korban Sering Bully Pelaku yang Diduga Autis
Dugderan pertama kali diperkenalkan kepada Semarang oleh Tumenggung Arya Purbaningrat pada tahun 1881. Fungsi utamanya adalah sebagai peringatan bagi masyarakat akan kedatangan Ramadan, menandai awal perjalanan spiritual yang penuh makna.
Perayaan Dugderan tahun 2024 dimulai dari Balaikota Semarang, melintasi Masjid Agung Semarang (Kauman), dan berakhir di Masjid Agung Jawa Tengah. Di samping keramaian arak-arakan budaya, tradisi ini juga menyiratkan pesan-pesan spiritual yang dalam, yang disampaikan melalui pembacaan Suhuf Halaqah, atau fatwa para ulama mengenai awal Ramadan.
Baca juga: Drama Kecelakaan Tabrak Lari: Pengemudi Honda City Nyaris Dihakimi Massa di Banguntapan Bantul
Pada momen yang bersejarah ini, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menyerahkan Suhuf Halaqah kepada Sekretaris Daerah Jawa Tengah, Sumarno. Sebagai bagian dari tradisi, Sumarno mengemban peran sebagai Kanjeng Raden Mas Tumenggung Prawirapradja, sementara Hevearita Gunaryanti Rahayu memerankan Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Purbadiningrum.
Suhuf Halaqah itu kemudian dibacakan oleh Sumarno, seiring dengan dentuman bedug dan gemuruh meriam “Kalantaka”. Kombinasi suara “dug-dug” dari bedug dan “der-der” dari meriam, menjadi asal mula nama Dugderan.
Baca juga: Kepolisian Sleman Lakukan Penangkapan Terhadap Kawanan Perampok Lintas Provinsi
“Tradisi ini merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas Kota Semarang, menjadi tanda akan kedatangan bulan Ramadan. Meskipun kita masih menanti pengumuman resmi pemerintah tentang awal Ramadan, kita harus bersiap agar umat Muslim bisa merasakan manfaat spiritual Ramadan,” tutur Sumarno.
Tidak hanya itu, Sumarno juga mengajak semua untuk menjalani Ramadan dengan penuh ketaqwaan dan kesederhanaan. Ia menegaskan bahwa esensi Ramadan adalah untuk meningkatkan hubungan spiritual dengan Tuhan.
“Kami mengharapkan agar semua membelanja dengan bijaksana. Ramadan adalah waktu untuk menyederhanakan hidup, meskipun mungkin terjadi peningkatan konsumsi. Kita harus menjalani Ramadan ini dengan penuh kesederhanaan,” ungkapnya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menegaskan bahwa Dugderan adalah bagian dari warisan leluhur yang harus dijaga dengan baik. Lebih dari sekadar pesta menyambut Ramadan, tradisi ini mencerminkan persatuan antara pemerintah dan masyarakat, yang akan terus lestari di tengah arus modernisasi.
Terimakasih telah membaca Ritual Dugderan Semarang Tetap Memikat di Era Teknologi: Antarkan Kota ke Pelukan Ramadan semoga bisa bermanfaat dan jangan lupa baca berita lainnya di Headline.co.id atau bisa juga baca berita kami di Google News Headline dan ikuti berita terbaru di Chanel WA Headline.
Baca juga: Polisi Tindak Lebih dari 30 Ribu Pelanggar Lalu Lintas dalam Operasi Keselamatan 2024