HeadLine.co.id, (Opini) – Rumah dinas PT KAI (Persero) yang sekarang berubah menjadi Masjid Jami’ Nurul Ikhlas yang terletak di Jalan Cihampelas Nomor 149 telah kembali kepada PT KAI (Persero).
Penertiban yang dilakukan pada bulan lalu tepatnya tanggal 20 November 2019 melibatkan jajaran aparat keamanan TNI-Polri untuk mengamankan situasi penertiban disana.
Penertiban aset Jl Cihampelas No 149 PT KAI (Persero) Daop 2 Bandung ini bukan tanpa alasan yang jelas, melainkan sudah melalui mekanisme standart perusahaan plat merah.
Penertiban rumah dinas yang kini menjadi Masjid Jami’ tersebut menuai buntut panjang melibatkan organisasi masa yang tidak jelas juntrungnya. Berawal dari pihak ahli waris yang tidak mau meninggalkan rumah dinas bekas pegawai PJKA sekarang PT KAI (Persero) M Hadiwinarso, kini rumah dinas tersebut berubah peruntukannya menjadi masjid.
Sangat disayangkan pihak ahli waris dan para pengikutnya salah satunya organisasi masyarakat yang mau mengklaim rumah dan tanah tersebut, hanya memiliki bukti surat waris tidak memiliki bukti apapun seperi Hak Guna Bangunan (HGB) dan Surat Hak Milik (SHM) ataupun pembuktian tanah atau lahan lainnya.
Padahal menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 1994 Jo. PP No. 31 Tahun 2005 tentang keberadaan Rumah Negara didalamnya mengatur status golongan dari rumah tersebut.
Seperti rumah negara golongan I, digunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan yang sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut. Jatah seseorang menghuni rumah dinas sangat terbatas hanya sampai pejabat yang berkaitan tersebut masih menduduki jabatannya.
Nah seharusnya para ahli waris mengerti, apalagi ahli waris sempat mendapat dana segar dari PT KAI sebesar Rp 120 Juta sebagai bentuk perhatian kepada mantan pegawainya. Tapi, air susu dibalas dengan air tuba. Begitu pepatah menyebutkannya.
Penyitaan rumah dinas tersebut bukan tanpa perlawanan, Jumat (06/12) Forum Ormas melalui akun instagram kolektif miliknya @gardaswara mengumandangkan aksi damai di depan Kantor Pusat PT KAI (Persero) dengan tema yang diangkat “MELAWAN DAN MENOLAK PENGGUSURAN MASJID NURUL IKHLAS CIHAMPELAS”.
Adapun tuntutan yang Forum Ormas layangkan adalah pertama, menolak secara tegas Arogansi Oknum-oknum Perusak Masjid Cihampelas 149 dan menuntut untuk meminta maaf atas segala perbuatannya. Kedua, Menuntut untuk Mengembalikan semua barang-barang masjid yang dirusak untuk diperbaiki, yang hilang untuk diganti. Ketiga, Mendorong yang bersengketa untuk menyelesaikan segala sengketa hukum sesuai hukum yang berlaku.
Pertanyaannya, kenapa Forum Ormas melakukan aksi damai secara sepihak kalau mereka ingin menyelesaikan kasusnya diranah hukum? Bukankah PT KAI (Persero) akan membangunkan Masjid yang lebih baik daripada bentuk rumah yang dipakai masjid?
Jawabannya, Forum Ormas dan ahli waris ingin mengklaim lahan tersebut secara sepihak dan ingin meraih simpati masyarakat islam di Bandung khususnya dengan dalih membawa isu agama yakni Penertiban Masjid Jami’ Nurul Ikhlas yang terletak di Jalan Cihampelas Nomor 149 oleh PT KAI (Persero) yang notabene rumah dinas tersebut sah milik PT KAI (Persero).
Tidak sampai ke ranah hukum juga seseorang yang memiliki logika dan cara berpikir yang baik akan paham kalau bentuk dan kondisi Masjid Jami’ Nurul Ikhlas itu merupakan rumah tua peninggalan belanda yang sekarang berubah keadaannya karena dipaksakan menjadi Masjid.
Bukti yang dimiliki PT KAI (Persero) sangat kuat kalau dilihat dari kacamata hukum positif Indonesia.
PT KAI (Persero) memiliki akta jual beli nomor 232 yang dikeluarkan pada tahun 1954 atas lahan tersebut.
Didalam akta jual beli tersebut tertulis bahwa pada hari Rabu tanggal 31 Juni 1954, PJKA sekarang PT KAI telah membeli sebidang tanah beserta bangunannya dari seorang warga belanda dengan harga Rp 90 ribu dengan luas tanah 1.656 m2. Pembelian sebidang tanah dan bangunan ini diwakili insiyur praktek PJKA Tuan Mas Djatie.
Berdasarkan surat-surat yang sah lahan ini memang milik PT KAI dan tidak pernah menjadi hak perorangan. aset ini pun sudah menjadi milik PT KAI berdasarkan alas hak berupa AJB NO.232 sejak 1945. Aset tersebut digunakan sebagai rumah dinas dengan SPR No46/Akom/75 per 25 Juni 1975
Dinas Perhubungan Bandung juga membuktikan bahwa tanah dan bangunan di Jl Cihampelas 149 merupakan sah milik PT. KAI.
Pendapat Hasni salah satu Dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum (FH) Trisakti mengatakan bahwa hukum agraria nasional kita mengenal suatu azas, dimana penguasaan penggunaan tanah oleh siapapun, untuk keperluan apapun harus ada landasan dan legalitas haknya.
Bila seseorang menguasai tanah tanpa landasan yang hak, artinya penguasaannya ilegal dan dapat dikenakan hukuman tiga bulan kurungan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin yang Berhak atau Kuasanya.
Masih berani aksi damai kalau tau ada Perppu dan bukti kepemilikan seperti ini? Coba pakai logika sederhana. Seorang yang mengaku dirinya muslim itu harus ber tabayyun setiap ada kabar berita yang dibawa oleh seseorang. Jangan gampang diadu domba terutama umat Islam di Indonesia.
Rentetan panjang permasalahan ini sudah memasuki babak akhir, PT KAI (Persero) sudah berhasil mengamankan asetnya dan berencana membangunkan Masjid yang lebih bagus dilokasi tersebut.
Tetapi bagi ahli waris dan organisasi masyarakat yang bermarkas di rumah dinas PT. KAI (Persero) permasalahan seperti ini seperti tiada akhir sebelum mereka mendapat apa yang mereka mau yakni mengambil lahan tersebut.
Seharusnya permasalahan ini tidak perlu kemudian dibesar-besarkan dengan isu menyangkut agama. Bahwa peruntukan rumah ibadah sudah jelas salah asal-usulnya. PT KAI mau membangunkan yang lebih baik dari bangunan yang lama menjadi yang baru.
Membawa permasalahan ini dengan membiaskan asal-usulnya dan mengerahkan massa justru akan membuat kegaduhan secara sengaja. Hal tersebut tentu harus ada yang siap mempertanggungjawabkan bila ada hal-hal yang layak dipidanakan.
Bandung, 06 November 2019