Headline.co.id, Jakarta ~ Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) berupaya memperkuat kerja sama lintas sektor dalam rangka mengatasi penyebaran hoaks yang semakin mengganggu ruang digital di Indonesia. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menekankan bahwa penanganan hoaks tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan memerlukan sinergi dari berbagai elemen bangsa.
“Kita melihat misinformasi dan disinformasi tumbuh subur di media sosial dan membawa ancaman mulai dari kohesi sosial sampai kehidupan berbangsa,” ujar Nezar dalam acara SindoNews Sharing Session di Universitas Tarumanagara, Jakarta Barat, Rabu (26/11/2025). Nezar menjelaskan bahwa Indonesia memiliki 143 juta pengguna aktif media sosial dan 230 juta pengguna internet, menjadikan ruang digital sebagai arena interaksi sosial, ekonomi, dan politik. Namun, pertumbuhan ini diiringi dengan peningkatan signifikan penyebaran hoaks. “Sepanjang 2024 terdapat 1923 konten hoaks yang ter-capture oleh Komdigi. Itu puncak gunung es. Sesungguhnya tentu saja lebih banyak,” tambahnya.
Nezar juga menyoroti hasil survei yang menunjukkan bahwa 11,9 persen responden mengakui pernah menyebarkan hoaks. Menurutnya, masalah hoaks tidak hanya disebabkan oleh suplai informasi palsu, tetapi juga kerentanan pengguna. “Seseorang mungkin tahu berita itu palsu tetapi tetap membagikannya karena faktor lain seperti motivasi partisan atau emosi,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa hoaks di sektor kesehatan menjadi kategori yang paling dominan, dan kini banyak penyebarannya menggunakan teknik manipulasi berbasis kecerdasan artifisial. “Video generative AI itu makin smooth. Bahkan para expert pun kadang-kadang terkecoh. Ini memperparah penyebaran hoaks di sektor kesehatan dan sektor lain,” jelas Nezar.
Untuk mengatasi dampak tersebut, Wamenkomdigi menekankan pentingnya literasi digital sebagai fondasi utama pencegahan serta menyebut pemeriksa fakta sebagai elemen kunci mitigasi. “Literasi digital itu berkorelasi dengan kemampuan seseorang membedakan berita benar dan berita palsu,” katanya. Nezar mendorong penerapan kolaborasi model pentahelix dalam agenda pemberantasan hoaks. Menurutnya, penyelesaian masalah ini adalah tanggung jawab bersama. “Pemerintah, akademisi, komunitas masyarakat, pelaku usaha, dan media harus berada dalam satu baris,” tegasnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk membiasakan prinsip stop, think, verify, and share dalam setiap aktivitas berbagi informasi. “Sebelum kita share, kita coba berhenti sebentar. Baca dengan baik. Kalau ragu lakukan verifikasi. Kalau yakin itu benar baru kita share. Kita bisa menciptakan ruang digital yang lebih aman dan sehat bagi kita semua,” tandas Wamenkomdigi.




















