Headline.co.id (Jakarta) ~ Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai bahwa reformasi kepolisian di Indonesia hingga kini belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Dalam wawancaranya dengan NU Online pada Selasa (21/10/2025), Isnur menegaskan bahwa upaya perbaikan di tubuh Polri masih mandek akibat kuatnya kultur institusi serta tarik-menarik kepentingan politik di bawah presiden.
Baca juga: Ribuan Santri Padati Tambakberas, Apel Akbar Hari Santri 2025 Jadi Simbol Komitmen Kebangsaan
Menurut Isnur, hambatan utama terletak pada sistem internal Polri, mulai dari pola rekrutmen, pendidikan, hingga penataan jabatan yang masih mempertahankan budaya lama. “Komite Reformasi Kepolisian di bawah Presiden posisinya ditarik-tarik terus karena Presiden dipilih lewat politik. Polri adalah bawahan Presiden, dan itu ditarik-tarik terus untuk kepentingan politik,” ujarnya.
Selain persoalan kultur, YLBHI juga menyoroti lemahnya norma hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar kerja kepolisian. Isnur menilai KUHAP memiliki kelemahan fundamental, terutama dalam penggunaan alat bukti sebagai dasar pemidanaan yang dinilai masih lemah dan membuka ruang penyalahgunaan wewenang oleh aparat.
“Hanya dengan dua alat bukti seseorang sudah bisa dipidana, meski pembuktiannya belum jelas. Pengawasan yang lemah membuat aparat bisa bertindak sewenang-wenang. Penangkapan dan penahanan bisa dilakukan atas dasar subjektif penyidik,” katanya menegaskan.
Isnur juga menyoroti meningkatnya kekerasan dan tindakan represif aparat di lapangan. Ia menilai, kontrol terhadap aparat justru semakin lemah, sementara rasa keadilan masyarakat kian terpinggirkan. “Kita melihat situasinya semakin mendesak untuk dilakukan reformasi. Rasa keadilan masyarakat di lapangan semakin jauh karena orang-orang berteriak tentang ketidakadilan yang dialami,” tambahnya.
Lebih lanjut, Isnur menyebut bahwa situasi penegakan hukum di Indonesia saat ini “berjalan di tempat”. Ia menyoroti praktik kriminalisasi, penanganan perkara yang tidak tuntas, serta banyaknya laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti oleh aparat. “Kriminalisasi, atau sebaliknya, laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, menunjukkan bahwa sistem hukum kita stagnan. Ada sembilan hal fundamental yang harus segera direformasi,” jelasnya.
Sembilan masalah utama itu sebelumnya telah dirinci oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (RFP) dalam konferensi pers di Jakarta, sebagaimana disampaikan melalui kanal YouTube Reformasi Polri pada 15 September 2025.
Pertama, absennya sistem akuntabilitas dan pengawasan yang independen, termasuk praktik impunitas yang masih mengakar. Kedua, sistem pendidikan Polri yang masih mempertahankan budaya kekerasan, brutalitas, militeristik, dan koruptif. Ketiga, tata kelola organisasi dan anggaran yang tidak transparan serta belum sesuai dengan prinsip good governance dan clean government.
Baca juga: Bolehkah Menikah Tanpa Cinta Karena Disuruh Orang Tua? Simak Hasil Bahtsul Masail NU
Keempat, sistem kepegawaian yang tidak berbasis meritokrasi, mulai dari perekrutan, mutasi, hingga promosi jabatan. Kelima, lingkup tugas Polri yang terlalu luas dan kerap melakukan penyelundupan norma hukum. Keenam, keberadaan Brimob yang dinilai tidak lagi relevan karena menggunakan taktik menyerupai militer dan kerap memakai kekuatan berlebihan terhadap warga sipil.
Ketujuh, lemahnya komitmen Polri terhadap penghormatan hak asasi manusia (HAM), yang menjauhkan institusi ini dari prinsip negara hukum dan demokrasi. Kedelapan, kultur tebang pilih dalam penegakan hukum serta perilaku koruptif dalam proses penyidikan. Dan kesembilan, keterlibatan Polri dalam bisnis dan politik kekuasaan yang dianggap menyimpang dari mandat utamanya.
Isnur menegaskan bahwa tanpa reformasi mendasar di tubuh Polri dan perbaikan norma hukum seperti KUHAP, keadilan hukum di Indonesia akan terus berjalan di tempat. “Reformasi kepolisian bukan hanya soal mengganti pejabat atau struktur, tetapi memperbaiki kultur, norma, dan sistem pengawasan agar aparat benar-benar berpihak pada rakyat,” pungkasnya.
Baca juga: Hukum Jual Jasa Kirim Doa atau Al-Fatihah dalam Islam: Antara Keikhlasan dan Kewajaran Upah






















