Syarat dan Rukun Itikaf Menurut Mazhab Syafii, Simak Penjelasannya ~ Headline.co.id (Jakarta). Ramadhan 1446 H telah memasuki hari ke-18. Seiring mendekati 10 hari terakhir, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan salah satu ibadah utama di bulan suci ini, yakni itikaf. Ibadah ini memiliki keutamaan besar dan telah menjadi syariat yang diwariskan sejak zaman para nabi terdahulu.
Baca juga: Dasar Hukum dan Keutamaan Sholawat Nariyah sebagai Amalan Orang Nahdliyyin
Ustadz Alvin Nur Choironi menjelaskan bahwa secara etimologi, itikaf berarti berdiam diri. Dalam sejarahnya, ibadah ini bukan hanya ada dalam ajaran Islam, tetapi juga merupakan bagian dari syariat umat terdahulu.
“Itikaf merupakan syar’u man qablana, yakni syariat dari umat-umat terdahulu,” tulis Ustadz Alvin dalam artikelnya yang mengutip penjelasan Al-Bujairami dalam Hasyiyah ala Syarhil Minhaj.
Baca juga: Text Bacaan Doa Ramadhan Hari ke-19: Permohonan Nikmat, Kemudahan, dan Petunjuk Ilahi
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa itikaf telah disebut dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surat Al-Baqarah ayat 125. Dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail untuk membersihkan rumah Allah bagi mereka yang thawaf, rukuk, sujud, dan beritikaf.
Itikaf di 10 Hari Terakhir Ramadhan
Anjuran beritikaf di masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan didasarkan pada kebiasaan Rasulullah saw. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Sayyidah Aisyah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari.
“Nabi Muhammad saw beritikaf pada setiap 10 hari terakhir Ramadhan hingga beliau wafat,” tulis Ustadz Alvin dalam penjelasannya.
Baca juga: Doa Sholat Taubat: Memohon Ampunan dan Kembali ke Jalan Allah
Mengenai hukum ibadah ini, Ustadz Alhafiz Kurniawan menegaskan bahwa itikaf merupakan ibadah sunnah muakkadah atau ibadah sunnah yang sangat dianjurkan. Hal ini juga dikemukakan oleh As-Syarbini al-Khatib dalam kitabnya Al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja.
“Itikaf merupakan ibadah sunnah muakkadah, suatu ibadah yang dianjurkan setiap waktu, baik pada bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, berdasarkan ijma’ ulama,” tulis Ustadz Alhafiz dalam artikelnya.
Baca juga: Doa Setelah Wudhu: Memperteguh Ibadah dan Meraih Keutamaan Surga
Rukun Itikaf yang Harus Dipenuhi
Dalam kitab Al-Iqna’, terdapat empat rukun yang harus dipenuhi bagi seseorang yang hendak beritikaf.
- Niat dalam hati Seperti ibadah lainnya, seseorang harus berniat dalam hatinya sebelum memulai itikaf. Jika itikaf dilakukan sebagai nadzar, maka wajib menyertakan niat nadzar dalam niatnya.
- Berdiam atau mukim di masjid Berdiam diri dalam itikaf harus dilakukan dalam durasi yang cukup, minimal selama tumakninah.”Orang yang mondar-mandir di masjid dengan durasi yang cukup dan meniatkannya sebagai itikaf tergolong telah melaksanakan itikaf,” jelas Ustadz Alhafiz.
- Dilaksanakan di masjid Dalam Mazhab Syafii, masjid menjadi tempat yang disyaratkan untuk itikaf. Artinya, itikaf di luar masjid menurut mazhab ini tidak sah, meskipun ada sebagian ulama yang membolehkan.
- Pelakunya harus muslim, berakal, dan suci dari hadats besar Hal ini berarti bahwa itikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir, seseorang dengan gangguan kejiwaan, atau orang yang sedang dalam keadaan hadats besar.
Dengan semakin dekatnya penghujung Ramadhan, umat Islam diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan ibadah, termasuk dengan beritikaf di masjid. Ibadah ini bukan hanya sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga sebagai sarana untuk merenungkan makna kehidupan dan memperbaiki diri di bulan penuh berkah ini.
Baca juga: Hukum Zakat Fitrah bagi Perantau: Wajib di Tempat Tinggal atau Bisa Dipindahkan?


















