Headline.co.id, Bantul ~ Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu menegaskan bahwa perempuan tidak perlu meniru laki-laki untuk mencapai kesetaraan dalam kepemimpinan. Menurutnya, perempuan dapat memimpin dengan identitas mereka sendiri sambil mendorong inovasi, termasuk dalam transformasi digital budaya. Pernyataan ini disampaikan GKR Hayu dalam acara She-Connects 2025 Seri Yogyakarta yang berlangsung di Bantul pada Kamis, 6 November 2025.
GKR Hayu menjelaskan bahwa birokrasi di Keraton Yogyakarta kini memberikan lebih banyak ruang bagi perempuan untuk memegang posisi strategis. “Ini pertama kalinya jajaran setingkat kepala dinas di lingkungan keraton diemban para perempuan. Tantangannya nyata, tetapi kami tidak harus berpura-pura menjadi laki-laki untuk memenuhi ekspektasi kinerja,” ungkapnya. Meskipun perubahan ini tidak selalu berjalan mulus dan masih ada resistensi, dukungan dari pimpinan puncak dan komitmen organisasi memastikan proses penyesuaian tetap berlangsung.
Dalam ranah digital, GKR Hayu menekankan bahwa teknologi harus menyesuaikan dengan budaya, bukan sebaliknya. Ia mencontohkan inisiatif pendokumentasian dan digitalisasi wayang wong di keraton. Pendokumentasian ini mencakup rias, busana, gerak, hingga tata pentas, karena esensi wayang wong terletak pada gerak dan pakem. “Kalau hanya menilai dari ukuran atau kostum, esensi hilang. Wayang wong adalah kesatuan dandanan, perhiasan, dan gerak. Itulah yang kami dokumentasikan secara penuh agar tidak putus di generasi mendatang,” jelasnya.
GKR Hayu juga menekankan pentingnya berbagi pengetahuan budaya ke ruang publik, termasuk melalui kanal digital, untuk menutup celah disinformasi. “Jika kekosongan informasi dibiarkan, ia akan diisi oleh informasi yang keliru,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa modernisasi bukanlah westernisasi, dan nilai-nilai luhur seperti sareh dan semele tetap menjadi akar budaya.
GKR Hayu mengingatkan agar perempuan tidak terjebak dalam ekspektasi untuk menyenangkan semua orang. Kepemimpinan perempuan, menurutnya, sah dan efektif ketika didasarkan pada kompetensi, integritas, dan kejelasan nilai. “Kita tidak perlu berpura-pura menjadi laki-laki untuk mencapai kinerja yang sama. Tetaplah autentik, tegas pada nilai, dan fokus pada hasil,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa penyesuaian tidak hanya dibutuhkan oleh struktur organisasi, tetapi juga oleh ekosistem sosial di sekitarnya, termasuk pasangan dan keluarga, agar siap menyambut kepemimpinan perempuan di ruang publik. Melalui pesan ini, GKR Hayu mengajak perempuan untuk berani memimpin, merawat budaya, dan memanfaatkan teknologi demi merawat identitas sekaligus melaju dalam inovasi.




















