Headline.co.id (Jakarta) — Setiap hari, belasan juta warga Jakarta dan wilayah sekitarnya hidup di bawah langit yang dipenuhi polutan, jauh dari ambang batas aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menyadari urgensi tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) mendorong penguatan kolaborasi lintas lembaga dan pemerintah daerah untuk mempercepat pengendalian polusi udara. Upaya itu disampaikan dalam Lokakarya Nasional Membangun Konsensus Nasional Pengendalian Pencemaran Udara di Jabodetabek, yang digelar di ajang Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko IPK, Rachmat Kaimuddin, menegaskan bahwa penanganan polusi udara tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. “Dua tahun lalu saya menyaksikan sendiri betapa buruknya kondisi udara di Jakarta. Situasi itu mengingatkan saya pada Beijing, yang pernah mengalami krisis serupa. Mereka berhasil keluar, tapi prosesnya panjang dan mahal,” ujar Rachmat dalam sambutannya.
Menurutnya, masih banyak miskonsepsi publik terkait sumber pencemaran udara. “PLTU kerap jadi kambing hitam, padahal sebagian besar emisi dihasilkan dari aktivitas transportasi dan konsumsi energi harian. Setiap molekul hidrokarbon yang dibakar — dari kendaraan, pabrik, dapur, hingga pembakaran sampah — turut memperburuk kualitas udara,” jelasnya.
Kolaborasi Lintas Sektor untuk Udara Bersih
Lokakarya yang berlangsung dua hari ini merupakan hasil kolaborasi antara Kemenko IPK, Clean Air Asia (CAA), dan ViriyaENB, menghadirkan perwakilan pemerintah pusat, daerah, dan organisasi masyarakat sipil. Mereka bersama-sama memetakan tantangan serta menyusun langkah konkret untuk menekan tingkat pencemaran di kawasan Jabodetabek, yang menjadi episentrum aktivitas ekonomi sekaligus penyumbang emisi terbesar di Indonesia.
Direktur Clean Air Asia Indonesia, Ririn Radiawati Kusuma, menyampaikan bahwa dampak polusi udara bersifat multidimensi dan tidak bisa dianggap remeh. “Polusi udara bukan hanya soal lingkungan, tapi juga kesehatan, ekonomi, dan produktivitas masyarakat. Clean Air Asia berkomitmen mendukung pemerintah, khususnya daerah dengan tingkat aktivitas tinggi seperti Jabodetabek, agar memiliki kapasitas teknis dan kebijakan yang lebih kuat dalam mewujudkan udara bersih,” ujarnya.
Ririn menekankan pentingnya forum lintas sektor sebagai wadah pertukaran data, pengalaman, dan kebijakan. “Solusi berbasis data dan kolaborasi adalah kunci. Tidak ada satu formula tunggal yang bisa menyelesaikan masalah ini tanpa kerja sama lintas batas administrasi dan sektor,” tegasnya.
Lima Pilar Strategis untuk Aksi Kolektif
Puncak dari kegiatan ini adalah peluncuran dokumen strategis berjudul “Menuju Udara Bersih Jabodetabek: Sinergi Lintas Kementerian dan Daerah untuk Aksi Kolektif”. Dokumen tersebut menjadi pedoman terpadu bagi pemerintah pusat dan daerah dalam mengimplementasikan kebijakan berbasis data dan risiko, dengan lima pilar utama:
- Kelembagaan dan Regulasi — Penguatan struktur kelembagaan dan harmonisasi kebijakan pengendalian emisi lintas sektor.
- Transportasi Bersih — Implementasi uji emisi kendaraan, pengawasan transportasi publik, serta pengembangan Low Emission Zone (LEZ).
- Infrastruktur Teknis — Penyediaan alat pemantauan kualitas udara ambien dan fasilitas uji emisi yang mendukung pengawasan berbasis data.
- Penegakan Hukum — Penerapan sanksi tegas terhadap pelanggaran emisi di sektor industri maupun kendaraan pemerintah.
- Kesadaran Publik — Edukasi dan kampanye luas untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan udara dan penggunaan transportasi ramah lingkungan.
Deputi Rachmat menegaskan, keberhasilan program ini bergantung pada komitmen kolektif semua pihak. “Kita semua menghirup udara yang sama. Ini saatnya menanggalkan ego sektoral dan bekerja bersama untuk kualitas hidup yang lebih baik,” tuturnya menutup acara.

















