Headline.co.id (Yogyakarta) ~ Di tengah meningkatnya tensi sosial dan konflik politik di Indonesia, peran mahasiswa kembali disorot sebagai agen perubahan bangsa. Ragil Satria Wicaksana, S.E.I., M.S.I., Dosen Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Alma Ata, mengingatkan pentingnya mahasiswa menjaga eksistensi dalam koridor inspirasi dan aspirasi, bukan terjebak dalam bahaya konspirasi. Hal itu ia sampaikan secara tertulis kepada Headline.co.id, Rabu (3/9/2025).
Baca juga: Ada Ulat hingga Jangkrik di Lauk MBG SMPN 2 Sewon, DPRD Bantul Soroti Lemahnya Quality Control
Menurut Ragil, mahasiswa memiliki kedudukan strategis sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Sejarah juga mencatat, mahasiswa pernah menjadi katalisator perubahan pada 1998. Oleh karena itu, ia menekankan mahasiswa harus mampu membangun inovasi, menyampaikan aspirasi, sekaligus menjaga diri dari potensi manipulasi kepentingan politik.
“Mahasiswa harus menjadi inspirasi melalui inovasi yang ditopang pemikiran ilmiah, dan aspirasi yang disampaikan sejalan dengan kebebasan akademik. Namun, jangan sampai semangat itu tergelincir menjadi konspirasi yang justru merugikan masyarakat,” ujar Ragil yang juga Mahasiswa S3 Prodi Perekonomian Islam dan Industri Halal UGM serta Ketua Task Force Kajian Selasa Malam IAEI DPW DIY.
Baca juga: Universitas Alma Ata Cetak Juara! Mahasiswa Sistem Informasi Raih Juara III Nasional Pencak Silat
Inspirasi dan Aspirasi Mahasiswa
Dalam pandangan Ragil, mahasiswa adalah bagian dari pilar pendidikan tinggi yang memiliki posisi pada level 6 dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Hal ini menegaskan mahasiswa tidak hanya dituntut menguasai teori, tetapi juga mampu memberikan solusi konkret bagi persoalan sosial.
Inspirasi mahasiswa, kata Ragil, tercermin ketika mereka bisa menghadirkan ide inovatif yang relevan dengan kondisi masyarakat. Sementara itu, aspirasi mahasiswa harus diwujudkan dalam bentuk gagasan kritis yang dikomunikasikan melalui ruang akademik maupun jalur konstitusional yang sehat.
Bahaya Konspirasi dalam Pergerakan
Di balik semangat inspirasi dan aspirasi, Ragil menyoroti adanya potensi bahaya konspirasi. Ia mengingatkan bahwa demonstrasi mahasiswa seharusnya tetap kondusif dan konstruktif. Jika aksi massa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik atau dipengaruhi antagonisme, hal itu berpotensi berubah menjadi mobilisasi kekerasan yang terorganisir.
Ragil menyinggung penelitian Profesor Patricia Justino dari UNU-WIDER yang terbit di Jurnal World Development2025. Kajian tersebut menunjukkan bahwa mobilisasi sosial bisa berkembang ke arah damai maupun kekerasan, bergantung pada motivasi dan koordinasi antaranggota.
“Mahasiswa harus memiliki kontrol diri dan kesadaran agar tidak menjadi kuda troya bagi kepentingan pihak lain. Demonstrasi semestinya tetap kritis dan konstruktif, bukan destruktif,” tegas Ragil.
Ragil menutup pesannya dengan mengingatkan bahwa mahasiswa adalah bagian inheren dari proses perubahan bangsa. Mereka tidak boleh berhenti pada identitas simbolis yang muncul karena kepentingan sesaat, melainkan harus konsisten sebagai motor intelektual yang menjaga nilai kebangsaan.
Baca juga: Mahasiswa Sistem Informasi Alma Ata Sabet Juara 2 di Kompetisi UI/UX Nasional dengan Aplikasi HaloRT






















