Headline.co.id (Jakarta) — Sentimen positif membanjiri pasar keuangan Indonesia pasca diumumkannya kesepakatan dagang strategis antara Indonesia dan Amerika Serikat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung mencatat lonjakan 3,68 persen dalam sepekan terakhir—menjadikannya bursa saham dengan performa terbaik se-Asia.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai kenaikan ini sebagai cerminan kuatnya kepercayaan pelaku pasar terhadap arah kebijakan pemerintah. “Hasil kesepakatan dagang ini telah menghindarkan kita dari skenario terburuk akibat ketidakpastian yang berlarut-larut,” ungkap Fakhrul dalam keterangannya kepada InfoPublik, Selasa (29/7).
Namun, euforia ini juga diiringi sejumlah catatan penting. Salah satunya menyangkut komitmen pembelian produk dari AS, mulai dari pesawat hingga hasil pertanian. Meski dinilai sensitif, Fakhrul menegaskan dampaknya terhadap neraca dagang nasional tetap netral.
“Ini bukan soal tambahan impor, tapi pergeseran mitra dagang. Yang perlu dilakukan adalah penyesuaian rantai pasok. Memang berat, tapi bukan mustahil,” ujarnya.
Di tengah fokus bilateral RI-AS, Fakhrul mengingatkan pemerintah untuk tidak melupakan pentingnya diversifikasi pasar, khususnya dengan Uni Eropa. Ia menyebut negosiasi Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU-CEPA) sebagai kunci keberlanjutan akses dagang Indonesia di pasar global.
Selain aspek ekonomi, isu strategis lain yang muncul dari perjanjian ini adalah perlindungan data masyarakat. Menurut Fakhrul, keamanan data harus menjadi prioritas nasional dalam setiap perundingan dagang.
“Data adalah komoditas masa depan. Kalau kita tak hati-hati, ketahanan digital kita bisa terganggu. Harus ada solusi win-win, tanpa mengorbankan kedaulatan digital kita,” tegasnya.
Melihat peluang strategis pasca-perjanjian, Fakhrul menyarankan tiga langkah konkret: percepatan belanja pemerintah dan pemberian insentif untuk menjaga momentum pemulihan, penerbitan obligasi internasional seperti DimSum Bond (RMB) dan Kangaroo Bond (AUD) guna memperkuat likuiditas, serta konsistensi pelonggaran suku bunga oleh Bank Indonesia.
Dengan kombinasi sentimen positif pasar dan kebijakan ekonomi yang adaptif, kesepakatan dagang Indonesia-AS diyakini tak hanya membawa dampak jangka pendek, tetapi juga menjadi katalisator jangka menengah bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Ini bukan hanya soal hari ini, tapi pondasi untuk masa depan,” tutup Fakhrul.



















