Headline.co.id (Jakarta) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap praktik korupsi di lingkungan birokrasi, kali ini menyeret empat pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Para pejabat tersebut diduga terlibat dalam praktik pemerasan dan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Penahanan terhadap keempat tersangka dilakukan KPK pada Kamis (17/7/2025), dan diumumkan secara resmi melalui keterangan tertulis yang diterima InfoPublik pada Sabtu (19/7/2025). Mereka adalah SH, mantan Dirjen Binapenta & PKK periode 2020–2023; HY, yang menjabat Dirjen Binapenta & PKK periode 2024–2025 sekaligus eks Direktur Pengendalian Penggunaan TKA 2019–2024; WP, Direktur Pengendalian Penggunaan TKA periode 2017–2019; dan DA, Koordinator Uji Kelayakan 2020–2024 yang kini juga Direktur Pengendalian Penggunaan TKA 2024–2025.
Keempat tersangka resmi ditahan di Rumah Tahanan Cabang Gedung Merah Putih KPK untuk masa penahanan awal selama 20 hari, sejak 17 Juli hingga 5 Agustus 2025.
Modus Pemerasan Berkedok Berkas Tak Lengkap
Dalam konstruksi perkara, KPK mengungkap bahwa para pejabat tersebut memanfaatkan jabatan strategis mereka untuk menekan agen atau perusahaan pengguna TKA yang sedang mengurus RPTKA. Modusnya terbilang klasik namun efektif: berkas pengajuan RPTKA sengaja dinyatakan tidak lengkap, lalu ditawarkan jalan pintas berupa percepatan proses dengan imbalan uang.
“Dana tersebut kemudian ditampung di rekening khusus, digunakan untuk keperluan pribadi, pembelian aset, hingga diduga dibagikan ke pegawai lain,” terang KPK.
Praktik korupsi ini berlangsung secara sistematis sejak 2019 hingga 2024, dengan total dugaan aliran dana mencapai Rp53,7 miliar. Dana haram tersebut mengalir deras dari kantong perusahaan yang seharusnya mendapatkan pelayanan administratif, bukan tekanan atau pungutan liar.
Barang Bukti Menggunung
Sebagai bagian dari penyidikan, KPK telah menyita sejumlah barang bukti signifikan. Di antaranya 13 kendaraan bermotor yang terdiri dari 11 mobil dan 2 sepeda motor. Selain itu, KPK juga mengamankan 4 bidang tanah dan bangunan milik tersangka WP, 4 aset properti milik HY, serta 2 bidang tanah atas nama DA.
Langkah ini dilakukan untuk menelusuri lebih lanjut jejak aliran dana sekaligus memastikan pemulihan kerugian negara.
Dijerat Pasal Berlapis
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat terkait tindak pidana korupsi, yakni Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP, yang memperkuat unsur pidana dalam perkara ini.
Peringatan Keras bagi Penyelenggara Negara
KPK menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh pejabat publik, khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan di bidang ketenagakerjaan dan dunia usaha.
“Penyalahgunaan kewenangan dalam pelayanan publik adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat. Praktik seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat iklim investasi dan menekan dunia usaha yang tengah berjuang tumbuh,” ujar KPK dalam pernyataannya.






















