Headline.co.id, Bandung ~ Ferdinan D. Purba, Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS, menyatakan bahwa penerapan Program Penjaminan Polis (PPP) yang diamanatkan kepada LPS sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan premi asuransi. “Keberadaan PPP adalah bagian dari kerangka pemulihan dan resolusi untuk menghadapi kemungkinan kegagalan perusahaan asuransi. Berdasarkan pengalaman LPS dalam menjalankan program penjaminan simpanan, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan meningkat, dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan juga naik,” ujarnya dalam acara Literasi Keuangan dan Berasuransi di Bandung, Sabtu (6/12/2025).
Purba menjelaskan bahwa rata-rata pertumbuhan dana pihak ketiga lebih tinggi setelah LPS beroperasi dibandingkan sebelumnya, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 7,7% sebelum LPS beroperasi dan meningkat menjadi 15,3% setelah LPS beroperasi. Sebagai contoh, penerapan program penjaminan polis di Malaysia menunjukkan peningkatan premi yang lebih tinggi setelah program ini berlaku. Pada periode 2007-2009, sebelum program penjaminan polis asuransi berlaku, rata-rata pertumbuhan pendapatan premi asuransi sebesar 5,5% per tahun. Setelah program ini diberlakukan pada tahun 2010, rata-rata pertumbuhan premi pada periode 2011-2013 meningkat menjadi 9,7% per tahun.
Purba meyakini bahwa penerapan program penjaminan polis di Indonesia akan meningkatkan kepercayaan publik, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan premi asuransi. LPS telah menyiapkan tiga jenis jaminan dalam PPP. Pertama, jaminan klaim polis, di mana LPS akan menjamin pembayaran klaim baik penuh maupun sebagian jika perusahaan asuransi bermasalah. Kedua, pengalihan portofolio polis ke perusahaan sehat, sehingga polis nasabah tetap berjalan dengan manfaat yang sama. Ketiga, pengembalian polis, di mana LPS akan membayar polis sesuai batas penjaminan jika pengalihan tidak dapat dilakukan. Penjaminan ini diperkirakan mencakup nilai pertanggungan Rp500 juta hingga Rp700 juta, yang menurut Purba mencakup sekitar 90% dari rata-rata nilai polis di Indonesia. “Skema ini akan otomatis dilakukan oleh LPS tanpa perlu pilihan dari pemegang polis,” tambahnya.
Program Penjaminan Polis akan diformalkan melalui Peraturan Pemerintah (PP), dengan ketentuan teknis seperti nilai batas penjaminan dan jenis produk yang dijamin akan ditetapkan lebih lanjut. Menurut Undang-Undang P2SK, program ini dijadwalkan mulai berjalan pada 2028, namun LPS menyatakan siap jika ada percepatan menjadi 2027. “Jika dipercepat 2027, LPS telah siap menerapkan,” tegas Purba.
Tingkat penetrasi industri asuransi di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Hingga akhir 2024, penetrasi industri asuransi Indonesia hanya sebesar 1,40%, relatif tidak banyak berubah sejak sebelum krisis keuangan Asia. Sementara itu, Filipina mencapai 1,80%, Malaysia 3,80%, Thailand 5,10%, dan Singapura 7,40%. Negara-negara maju umumnya berada di level 9-10%.
Menurut Suwandi, Direktur Eksekutif Surveilans, Data, dan Pemeriksaan Asuransi, beberapa variabel menghambat tingkat penetrasi tersebut, termasuk maraknya kasus-kasus yang menimpa perusahaan asuransi yang menggerus kepercayaan publik terhadap industri asuransi. “Kasus-kasus yang melibatkan perusahaan asuransi memang cukup menekan penetrasi industri asuransi. Sejak 2016 hingga 2025, sudah ada 19 perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK,” ujar Suwandi.
Beberapa perusahaan asuransi yang mengalami pencabutan izin atau masalah besar di Indonesia lain Asuransi Jiwasraya, AJB Bumiputera 1912, Asuransi Wanaartha Life, Asuransi Kresna Life, dan PT Berdikari Insurance yang dicabut izinnya pada Januari 2025. Perusahaan-perusahaan ini ditutup karena masalah solvabilitas dan gagal bayar klaim, sementara Jiwasraya resmi ditutup setelah bertahun-tahun bermasalah.























