Headline.co.id, Bandung ~ Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Mukti Fajar Nur Dewata, mengungkapkan perjalanan panjang lembaganya selama 20 tahun dalam mengawasi peradilan. Sejak didirikan, KY kerap berada dalam pusaran politik, menghadapi resistensi kelembagaan, dan upaya pelemahan melalui judicial review yang terjadi berulang kali. “KY sejak berdiri sudah 12 kali menghadapi judicial review. Pada tahap-tahap awal itu sangat menguras energi karena setiap gebrakan pengawasan peradilan selalu berhadapan dengan resistensi,” ujar Mukti dalam Media Gathering KY bertema “Refleksi Dua Dekade Menjaga dan Menegakkan Integritas Hakim” di HARRIS Hotel & Conventions Ciumbuleuit Bandung, Sabtu (15/11/2025).
Mukti mengingatkan bahwa pada masa-masa awal berdirinya, KY sempat kehilangan ruang gerak akibat putusan yang membatasi kewenangannya, termasuk saat KY dinyatakan tidak lagi menjadi bagian dari Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Memasuki periode komisioner angkatan keempat, Mukti menuturkan bahwa salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah memulihkan posisi KY di mata publik dan membangun jejaring dengan lembaga penegak hukum seperti Mahkamah Agung (MA), Kepolisian, Kejaksaan, KPK, dan PPATK.
“Pada waktu itu KY hampir tidak terdengar. Karena itu kami membangun kembali sinergi agar integritas lembaga peradilan dan hakim dapat dijaga bersama,” ucapnya. PPATK membantu KY memeriksa rekam jejak keuangan calon hakim, sementara KPK memberikan data terkait catatan integritas. KY juga aktif berkoordinasi dalam penanganan sejumlah kasus, termasuk pembakaran rumah hakim di Medan.
Di sinergi tersebut, hubungan dengan MA disebut Mukti sebagai yang paling harmonis selama KY berdiri. “Ini bukan koalisi. Kami tetap punya fungsi masing-masing. Tapi setiap persoalan bisa dikomunikasikan secara efektif,” tegasnya. Dalam ranah seleksi calon hakim agung, Mukti menekankan bahwa tekanan politik berupa titipan nama tetap terjadi, namun KY selama empat periode konsisten menjaga standar integritas. “Titipan banyak. Tapi kami punya pakem yang jelas: siapa yang layak dan siapa yang tidak. Prinsip itu yang kami jaga,” kata Mukti.
Ia mengingatkan bahwa KY pernah menghadapi penolakan seluruh calon hakim agung oleh DPR pada 2024. Namun proses tetap berjalan melalui mekanisme fit and proper test lanjutan. Selama lima tahun periode keempat, KY telah menyerahkan 34 calon hakim agung ke DPR, jumlah yang setara hampir sepertiga komposisi MA. “Ini bisa menjadi moral force jika MA ingin memperkuat pembenahan internalnya,” jelasnya.
Efektivitas kampanye KY untuk membuka akses pengaduan berdampak pada meningkatnya laporan publik. Saat ini laporan mencapai 2.400–3.000 kasus per tahun, menunjukkan kesadaran masyarakat terkait etika hakim semakin tinggi meski pemahaman masih bervariasi. Di sisi lain, fungsi advokasi yang sebelumnya kurang dipahami para hakim kini mulai meningkat. Mukti mencontohkan ketika KY mendampingi hakim dalam kasus keributan persidangan HRS, di mana kantor KY sempat didatangi massa. “Kami jelaskan bahwa menjaga martabat hakim adalah amanat konstitusi,” ujarnya.
Di bidang kelembagaan, KY kini memiliki 20 kantor daerah, meningkat dari sebelumnya 12 kantor. Penguatan kelembagaan ini dinilai penting untuk memperluas jangkauan pengawasan dan edukasi publik. KY juga konsisten mempertahankan predikat WTP hingga 17 kali, sebagai wujud akuntabilitas dalam tata kelola.

















