Makna Sejati Tawakal: Islam Ajarkan Keseimbangan Antara Takdir dan Ikhtiar ~ Headline.co.id (Jakarta). Bagaimana Islam memandang hubungan antara takdir dan usaha manusia? Dalam ajaran Islam, beriman kepada takdir bukan berarti berhenti berusaha. Nabi Muhammad SAW mencontohkan pentingnya kehati-hatian dan usaha sebelum berserah diri kepada Allah. Nilai ini dijelaskan dalam hadits, ayat-ayat Al-Qur’an, serta tafsir para ulama seperti Syekh Wahbah Az-Zuhaili, yang menegaskan bahwa ikhtiar dan tawakal bukan dua hal yang bertentangan, tetapi justru saling melengkapi dalam kehidupan seorang Muslim.
Contents
- 1 Beriman kepada Takdir Bukan Berarti Berhenti Berusaha
- 2 You might also like
- 3 Mensos Gus Ipul: Pemerintah Pertimbangkan B.J. Habibie Jadi Pahlawan Nasional
- 4 BPKH dan MUI Perkuat Literasi Keuangan Haji Lewat 4.000 Dai Standar Nasional
- 5 Takdir dalam Pandangan Al-Qur’an
- 6 Pandangan Ulama: Keseimbangan antara Ketetapan dan Usaha
- 7 Tawakal: Bukan Pasrah, Tapi Proaktif
- 8 Makna Edukatif: Mendidik Jiwa untuk Bijak Menghadapi Ujian
- 9 Kesimpulan: Menemukan Keseimbangan Antara Takdir dan Usaha
Beriman kepada Takdir Bukan Berarti Berhenti Berusaha
Islam mengajarkan bahwa keimanan kepada takdir (qadha dan qadar) tidak menjadikan manusia pasif atau menyerah pada keadaan. Nabi SAW memberikan contoh nyata melalui sabdanya kepada seorang sahabat yang membiarkan untanya tanpa diikat:
“Ikatlah untamu, lalu bertawakallah!” (HR. Al-Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan bahwa tawakal sejati harus diawali dengan ikhtiar. Kepercayaan kepada Allah tidak berarti meninggalkan sebab-sebab duniawi. Rasulullah menegaskan bahwa tindakan pencegahan, kehati-hatian, dan perencanaan adalah bagian dari bentuk tanggung jawab manusia dalam beriman.
Baca juga: 10 Contoh Mukadimah Pidato Maulid Nabi SAW 2025, Lengkap Arab, Latin, dan Terjemahan
Takdir dalam Pandangan Al-Qur’an
Al-Qur’an menegaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini telah ditetapkan oleh Allah. Dalam Surat Al-Hadid ayat 22, Allah berfirman:
“Tidak ada bencana (apa pun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu, kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid [57]: 22)
Ayat ini menjelaskan bahwa setiap peristiwa, baik besar maupun kecil, berada dalam pengetahuan dan ketetapan Allah. Namun, Al-Qur’an juga tidak menafikan tanggung jawab manusia.
Baca juga: Sejarah dan Bacaan Maulid Simtudduror, Sholawat Pujian Nabi Muhammad SAW
Dalam Surat At-Taghabun ayat 11 disebutkan:
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah. Siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun [64]: 11)
Ayat ini menegaskan dua hal penting: bahwa semua terjadi atas izin Allah, dan bahwa Allah memberikan bimbingan kepada orang beriman agar tetap tenang dan bijak dalam menghadapi ujian hidup.
Pandangan Ulama: Keseimbangan antara Ketetapan dan Usaha
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam At-Tafsirul Munir memberikan penjelasan mendalam tentang hubungan antara takdir dan usaha manusia. Beliau menegaskan bahwa semua peristiwa pada hakikatnya berasal dari Allah sebagai Dzat yang menciptakan dan mengatur. Namun, manusia tetap memiliki peran sebagai penyebab lahiriah.
Baca juga: Dasar Hukum dan Keutamaan Sholawat Nariyah sebagai Amalan Orang Nahdliyyin
“Segala sesuatu, peristiwa, dan musibah pada hakikatnya dinisbatkan kepada Allah sebagai Dzat yang menciptakan dan mewujudkannya… Sedangkan perbuatan manusia hanyalah sebab secara lahiriah.” (Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, Jilid 27, hal. 237)
Artinya, manusia memang diberi kebebasan untuk berusaha dan bertindak, tetapi hasil akhirnya tetap dalam kekuasaan Allah. Dalam tafsir QS. At-Taghabun ayat 11, Az-Zuhaili menegaskan bahwa manusia tidak boleh memahami takdir secara pasif. Sebaliknya, Al-Qur’an menekankan adanya tanggung jawab, pilihan, dan konsekuensi atas setiap perbuatan.
“Manusia wajib berusaha dan bekerja untuk meraih kebaikan serta menolak keburukan dari dirinya, lalu bertawakal kepada Allah setelah itu, karena terwujudnya hasil tetap terjadi melalui ketetapan Allah.” (Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, Jilid 28, hal. 249)
Baca juga: Text Sholawat Walisongo: Lirik Syair Wali Songo yang Menginspirasi
Tawakal: Bukan Pasrah, Tapi Proaktif
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa konsep tawakal dalam Islam bukan sekadar pasrah tanpa usaha, melainkan menyerahkan hasil setelah melakukan yang terbaik. Sikap ini mengajarkan keseimbangan antara spiritualitas dan rasionalitas.
Ustadz Muhaimin Yasin, alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat, menjelaskan bahwa Islam menolak pandangan fatalistik yang mengabaikan usaha manusia. Menurutnya, takdir harus dipahami sebagai bentuk kesempurnaan iman yang menumbuhkan optimisme dan semangat hidup, bukan keputusasaan.
“Takdir bukan alasan untuk berhenti berbuat. Justru ia menjadi pendorong agar manusia berusaha dengan sungguh-sungguh, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah,” ujarnya.
Baca juga: Lirik Lagu Sholawat Qomarun Sindan Nabi Arab Latin dan Artinya
Makna Edukatif: Mendidik Jiwa untuk Bijak Menghadapi Ujian
Pemahaman yang benar tentang takdir memiliki nilai edukatif yang sangat tinggi. Dalam konteks pendidikan Islam, pemahaman ini membentuk karakter tangguh, disiplin, dan bertanggung jawab. Seorang Muslim yang memahami konsep takdir dan ikhtiar akan lebih siap menghadapi perubahan, tidak mudah putus asa, dan tidak sombong saat berhasil.
Konsep ini juga melatih keseimbangan emosional: menerima apa yang sudah terjadi dengan lapang dada, tetapi tetap berusaha memperbaiki keadaan. Inilah bentuk spiritual intelligence yang diajarkan Islam—menyatukan hati, akal, dan tindakan dalam koridor iman.
Baca juga: Lirik dan Chord Sholawat Saduna Fidunya Lengkap Arti, Arab, Latin dan Sejarahnya
Kesimpulan: Menemukan Keseimbangan Antara Takdir dan Usaha
Ajaran Islam menempatkan manusia sebagai makhluk yang beriman sekaligus berakal. Beriman kepada takdir adalah pengakuan bahwa semua berada di bawah kehendak Allah, sementara berikhtiar adalah bentuk ketaatan terhadap perintah-Nya untuk berbuat baik.
Dengan keseimbangan ini, manusia tidak terjebak dalam kepasrahan buta atau kesombongan diri. Ia sadar bahwa keberhasilan datang dari izin Allah, tetapi usaha tetap menjadi kewajiban.
Sebagaimana pesan Rasulullah SAW: “Ikatlah untamu, lalu bertawakallah.” Itulah inti dari pendidikan Islam tentang takdir—bahwa iman sejati adalah harmoni antara usaha dan penyerahan diri kepada Sang Pencipta.
Baca juga: Text Lirik Sholawat Ya Allah Biha Lengkap Arab Latin dan Artinya






















