Headline.co.id (Banjarmasin)– Putusan Majelis Hakim Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin terhadap prajurit TNI AL Kelasi Satu Jumran memicu gelombang kekecewaan dari pihak keluarga korban. Dalam sidang yang digelar Senin (16/6/2025), terdakwa Jumran dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan terhadap jurnalis muda, Juwita. Namun, vonis tersebut dinilai belum mencerminkan rasa keadilan.
“Kami menilai semestinya terdakwa dijatuhi pidana mati,” tegas Pazri, kuasa hukum keluarga korban, seperti dikutip dari detikKalimantan. Ia menyebut bahwa putusan hakim masih jauh dari harapan keluarga dan publik yang menuntut keadilan seutuhnya.
Lebih lanjut, Pazri menyayangkan majelis hakim tidak mengambil langkah ultra petita, yaitu putusan yang melebihi tuntutan, baik dalam bentuk jenis hukuman maupun lamanya masa hukuman. Menurutnya, langkah ini penting dalam kasus-kasus luar biasa seperti pembunuhan terhadap jurnalis yang menyangkut hak publik atas informasi dan perlindungan profesi.
Tak hanya soal hukuman penjara, Pazri juga mengkritisi keputusan hakim yang menolak permohonan restitusi dari keluarga korban. Ia menilai majelis telah mengabaikan rekomendasi penting dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komnas HAM, yang seharusnya menjadi rujukan dalam memastikan pemulihan hak-hak korban dan keluarganya.
“Jika pertimbangan hakim bahwa terdakwa tidak mampu bertanggung jawab, itu sangat tidak berdasar,” ujarnya. Ia menambahkan, secara hukum, apabila pelaku tidak mampu membayar restitusi karena meninggal atau alasan lain, maka kewajiban tersebut dapat dialihkan kepada ahli warisnya.
Vonis terhadap Jumran turut disertai ancaman pemecatan dari dinas kemiliteran. Meski demikian, keluarga Juwita tetap menganggap hukuman tersebut belum setimpal dengan nyawa yang hilang. “Keadilan belum utuh,” pungkas Pazri.
Kasus pembunuhan terhadap Juwita menjadi perhatian publik nasional karena menyentuh dua aspek sensitif sekaligus: kebebasan pers dan penegakan hukum di lingkungan militer. Kini, publik menanti apakah ada upaya hukum lanjutan dari pihak korban untuk memperjuangkan hukuman yang lebih berat dan pengakuan penuh atas hak-hak keluarga yang ditinggalkan.






















