Headline.co.id, Jakarta ~ Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menegaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal akan mulai diberlakukan pada 18 Oktober 2026 untuk berbagai kategori produk. Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Ahmad Haikal Hasan menjelaskan bahwa kewajiban halal bukan hanya sekadar kewajiban administratif, tetapi juga bagian dari visi besar dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. “Wajib halal bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi bagian dari visi besar kita dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima pada Rabu (24/12/2025).
Menurut Ahmad Haikal Hasan, sertifikasi halal berfungsi sebagai instrumen perlindungan konsumen, strategi nasional untuk memperkuat kemandirian bangsa, meningkatkan daya saing usaha, serta mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. “Halal adalah instrumen perlindungan masyarakat, penguatan ekonomi, sekaligus penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui transformasi layanan halal yang kolaboratif dan berintegritas, kami ingin menghadirkan jaminan produk halal yang maslahat bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya.
Dalam kerangka pembangunan nasional, kebijakan halal berkontribusi langsung terhadap Prioritas Nasional 2, yaitu memantapkan sistem pertahanan dan keamanan negara serta mendorong kemandirian bangsa melalui penguatan ekonomi syariah dan ekosistem halal. Kontribusi tersebut diwujudkan melalui percepatan fasilitasi sertifikasi halal, penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia, pengembangan kebijakan ekosistem halal, kemitraan lintas sektor, hingga penguatan riset industri halal dari hulu ke hilir. “Dalam konteks ini, halal menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang menciptakan nilai tambah, membuka akses pasar, dan meningkatkan daya saing nasional,” jelas Haikal.
Selain itu, implementasi Wajib Halal juga selaras dengan Prioritas Nasional 8, yaitu memperkuat kehidupan yang harmonis, toleran, dan berkeadaban. Transformasi penyelenggaraan jaminan produk halal dilakukan melalui peningkatan kualitas penjaminan, kolaborasi lintas pemangku kepentingan, serta penyediaan layanan halal yang lebih adaptif dan inklusif. “Halal itu bukan semata soal agama. Halal adalah standar universal: simbol kesehatan, kebersihan, dan kualitas. Jika kita tidak tertib halal, kita akan tertinggal dalam persaingan global,” tegas Kepala BPJPH.
BPJPH menilai implementasi Wajib Halal merupakan langkah strategis untuk memperkuat kedaulatan ekonomi nasional dan meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai nilai industri halal global. Adapun penahapan kewajiban sertifikasi halal yang mulai berlaku 18 Oktober 2026 meliputi produk makanan dan minuman (produk UMK dan produk luar negeri), bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong makanan dan minuman (produk UMK dan luar negeri), hasil sembelihan dan jasa penyembelihan (produk UMK dan luar negeri), obat bahan alam, obat kuasi, dan suplemen kesehatan, kosmetik, produk kimiawi, dan produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang meliputi sandang, penutup kepala, aksesoris, perbekalan dan peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan umat Islam, alat tulis dan perlengkapan kantor, serta alat kesehatan kelas risiko A.
Sementara itu, tahap pertama kewajiban sertifikasi halal telah diberlakukan sejak 18 Oktober 2024, mencakup produk makanan dan minuman, bahan baku pangan, serta hasil dan jasa penyembelihan untuk pelaku usaha menengah dan besar.























