Headline.co.id, Bojonegoro ~ Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terus berupaya memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak serta mencegah perkawinan anak. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Bojonegoro, Hernowo Wahyutono, menekankan pentingnya memastikan setiap anak mendapatkan haknya, terutama perlindungan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan dari orang tua maupun lingkungan sekitar, termasuk hak untuk bersekolah.
Hernowo menyatakan bahwa pendidikan adalah modal utama bagi anak untuk berkembang menjadi sumber daya manusia (SDM) unggul di Bojonegoro. Dengan pendidikan yang baik, potensi perkawinan anak di bawah usia 19 tahun dapat ditekan, sekaligus mengurangi risiko kemiskinan karena anak memiliki kesempatan memperoleh pekerjaan yang layak. “Selain itu, saya titip jika ada kekerasan terhadap perempuan dan anak agar segera melaporkan ke UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang berlokasi di selatan gerbang Gedung Pemkab Bojonegoro. Kami melayani selama 24 jam dan akan menindaklanjuti setiap laporan,” ujar Hernowo saat kegiatan di Kantor Kecamatan Dander, Kamis (27/11/2025).
Hernowo juga mengimbau masyarakat agar memanfaatkan layanan UPTD PPA melalui WhatsApp di 0822-2940-7545 atau aplikasi LAPOR KEPENAK (Kekerasan Perlindungan Anak) apabila mengetahui adanya kasus kekerasan. Pemkab Bojonegoro bersama para pemangku kepentingan menegaskan komitmennya menjadikan isu kekerasan dan perkawinan anak sebagai agenda prioritas pembangunan daerah.
Anggota Komisi C DPRD Bojonegoro, Siti Robiah, menambahkan bahwa kekerasan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, pemberdayaan perempuan dianggap mampu mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Ia menekankan pentingnya peran keluarga, mengingat banyak kasus kekerasan anak berasal dari lingkup keluarga sendiri. “Anak terbentuk dari apa yang dilihat, dirasakan, dan terutama yang diajarkan oleh kedua orang tuanya,” ujarnya.
Siti juga menjelaskan bahwa perkawinan anak di bawah usia 19 tahun dapat menimbulkan berbagai dampak berantai, mulai dari ketidakstabilan ekonomi karena belum memiliki pekerjaan, risiko kesehatan terutama pada organ reproduksi, hingga kondisi mental yang masih labil.



















