Headline.co.id, Banyuwangi ~ Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubdat Kemenhub) telah menyiapkan langkah-langkah pengendalian arus penyeberangan di jalur Ketapang–Gilimanuk untuk mengantisipasi peningkatan mobilitas masyarakat selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026. Diperkirakan, mobilitas akan meningkat hingga empat persen dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, manajemen operasi harus dilakukan dengan pendekatan mitigasi keselamatan dan rekayasa lalu lintas darat–laut.
Dirjen Perhubungan Darat, Aan Suhanan, menegaskan pentingnya penanganan khusus untuk jalur penyeberangan Ketapang–Gilimanuk, yang merupakan simpul konektivitas strategis transportasi darat dan laut. “Pelabuhan ini menjadi salah satu kluster krusial, pergerakan di laut berpengaruh langsung ke darat, begitu juga sebaliknya. Karena itu, operasi Nataru harus ditangani dengan luar biasa, bukan sekadar rutinitas,” ujar Aan dalam rapat koordinasi di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, sebagaimana disampaikan dalam siaran pers yang diterima pada Selasa (25/11/2025).
Salah satu kebijakan utama yang akan diterapkan adalah pembatasan angkutan barang sumbu tiga ke atas. Kebijakan ini dirumuskan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) lintas kementerian dan akan berlaku selama periode operasi Nataru. “Pemerintah pusat sudah menyusun beberapa regulasi yang akan diterapkan selama operasi Nataru. Salah satunya pembatasan pergerakan angkutan barang sumbu tiga ke atas. Ini bentuk kehadiran negara untuk memprioritaskan kepentingan masyarakat,” jelas Aan.
Pembatasan ini bertujuan untuk meningkatkan throughput kendaraan penumpang dan mengurangi penumpukan di area pelabuhan, serta mengurangi potensi kecelakaan dan tekanan logistik di jalur arteri menuju Bali. Kapasitas pelabuhan yang terbatas menuntut pengaturan kendaraan melalui sistem penundaan dan penataan zona penyangga. Kendaraan yang belum masuk antrean pelabuhan akan diarahkan ke sejumlah titik penyangga untuk mencegah kemacetan.
Di arah Ketapang, zona penyangga disiapkan di Terminal Sri Tanjung dan Grand Watu Dodol. Sementara di arah Gilimanuk, zona penyangga ditempatkan di Terminal Kargo Gilimanuk, UPPKB Cekik, rest area Rambut Siwi, hingga rest area Pengeragoan. “Apabila tidak dipersiapkan rekayasa lalu lintas di pelabuhan maupun di luar, kemacetan bisa terjadi. Karena itu strategi delaying system menjadi kebutuhan,” tambah Aan.
Selain rekayasa lalu lintas, pembagian prioritas kendaraan juga diterapkan. Sepeda motor, kendaraan roda empat, dan bus akan mendapatkan jalur utama di Ketapang–Gilimanuk, sementara angkutan logistik dialihkan ke Dermaga Bulusan. Untuk mengurangi kepadatan di Bali, pemerintah juga menyiapkan jalur alternatif logistik menuju Lombok, dengan rute angkutan barang diarahkan melalui Pelabuhan Jangkar di Situbondo menuju Pelabuhan Lembar.
Faktor keselamatan menjadi perhatian utama, terutama dengan potensi cuaca ekstrem. BMKG memprediksi adanya bibit siklon tropis di selatan yang dapat menyebabkan hujan disertai angin dan gelombang tinggi di area Selat Bali. Aan Suhanan menekankan pentingnya kewaspadaan dinamis karena perubahan cuaca di jalur penyeberangan tersebut sangat cepat. “Prediksi BMKG angin cukup kencang ditambah karakter Selat Bali yang cepat berubah. Ini perlu diwaspadai. Prediksi BMKG menjadi acuan keselamatan penyeberangan dan SOP keselamatan tetap dipertahankan,” tegasnya.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan lintas sektor, termasuk Wakil Bupati Banyuwangi Mujiono, Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas Kemenko Infrawil Rustam Efendi, jajaran BPTD Jawa Timur serta Bali, BMKG Banyuwangi, Ditlantas Polda Jawa Timur, hingga jajaran direksi operator pelabuhan. Kolaborasi multi-lembaga ini diarahkan untuk memperkuat integrasi operasional, kesiapan sarana prasarana, hingga keterhubungan moda transportasi dalam mendukung kelancaran mobilitas masyarakat di wilayah penyeberangan strategis Jawa–Bali.





















