Headline.co.id (Jakarta) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Riau berinisial AW bersama dua pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi. Ketiganya ditangkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK pada Senin, 3 November 2025, di Provinsi Riau. Kasus ini diduga berkaitan dengan permintaan fee proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Dinas PUPR PKPP Riau.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa tiga tersangka masing-masing adalah AW (Gubernur Riau 2025–2029), MAS (Kepala Dinas PUPR PKPP Riau), dan DAN (Tenaga Ahli Gubernur Riau). “Ketiganya ditahan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 4 hingga 23 November 2025. Tersangka AW ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK, sementara MAS dan DAN ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” ujar Budi dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Senin (10/11/2025).
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga MAS bertindak atas perintah AW untuk meminta fee komitmen sebesar 5 persen kepada para Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP Riau. Permintaan tersebut dikaitkan dengan penambahan anggaran proyek jalan dan jembatan dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. “Para Kepala UPT disebut mendapat ancaman mutasi atau pencopotan jabatan jika menolak memenuhi permintaan tersebut. Setidaknya terjadi tiga kali pemberian fee pada Juni, Agustus, dan November 2025, dengan total sekitar Rp4,05 miliar. Sebagian dana itu disalurkan melalui perantara DAN,” jelas Budi.
Dari hasil OTT, tim KPK mengamankan uang tunai sekitar Rp1,6 miliar. Rinciannya, Rp800 juta disita di Riau, sementara 9.000 pound sterling dan USD3.000 atau setara Rp800 juta ditemukan di rumah pribadi milik AW di Jakarta. “Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Budi menegaskan.
Lebih lanjut, Budi menekankan bahwa penegakan hukum ini bukan semata langkah penindakan, tetapi juga bagian dari upaya memperbaiki sistem tata kelola pemerintahan daerah. “KPK mengingatkan agar Pemerintah Provinsi Riau menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk melakukan reformasi menyeluruh, terutama pada aspek transparansi penganggaran, pengawasan internal, dan integritas aparatur,” ungkapnya.
KPK juga menegaskan, pemerintahan yang bersih dan akuntabel menjadi kunci utama bagi terciptanya pembangunan daerah yang berkelanjutan. Lembaga antirasuah itu berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh kepala daerah agar menjauhi praktik koruptif yang merugikan masyarakat dan menghambat kemajuan daerah.























