Headline.co.id (Banda Aceh) — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkuat langkah mitigasi bencana di Provinsi Aceh melalui Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Bencana se-Aceh yang digelar di Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Selasa (28/10/2025). Rakor yang dipimpin Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto ini dihadiri para bupati dan wali kota se-Aceh untuk membahas sinergi pusat dan daerah dalam meningkatkan kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana, khususnya banjir dan tsunami.
Suharyanto menegaskan bahwa Aceh merupakan salah satu wilayah paling rawan bencana di Indonesia sehingga diperlukan kesiapsiagaan menyeluruh berbasis kolaborasi. “Kita membahas proses penanggulangan bencana, baik sebelum, selama, maupun sesudah kejadian bencana. Aceh merupakan daerah rawan bencana, sehingga perlu meningkatkan kesiapsiagaan melalui kolaborasi, koordinasi, dan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.
Ia menambahkan, pengalaman pahit tsunami dua dekade silam menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak untuk memperkuat sistem peringatan dini dan mitigasi berbasis masyarakat. “BNPB akan melakukan survei dan kajian untuk mendukung pemenuhan kebutuhan Early Warning System (EWS) banjir dan tsunami di wilayah Aceh,” kata Suharyanto.
Dalam arahannya, Kepala BNPB juga menyampaikan visi jangka panjang agar Aceh menjadi Pusat Studi Tsunami Dunia. Upaya tersebut akan diwujudkan melalui pembentukan pusat edukasi dan informasi tsunami yang berfungsi meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan masyarakat, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga global.
Salah satu langkah nyata yang telah dilakukan BNPB yakni pembangunan Gedung Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) di Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Menurut Suharyanto, fasilitas ini berperan penting dalam memperkuat sistem informasi kebencanaan dan integrasi EWS dari daerah hingga pusat. “Diharapkan pembangunan Pusdalops ini menjadi sumber informasi kebencanaan dari tingkat daerah hingga pusat,” ucapnya saat meninjau lokasi.
BNPB juga berkomitmen mendukung pelaksanaan gladi kesiapsiagaan tsunami (tsunami drill) yang direncanakan bertepatan dengan peringatan 20 tahun tsunami Aceh pada 26 Desember mendatang. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memperkuat kapasitas masyarakat dalam menghadapi situasi darurat secara nyata.
Selain aspek mitigasi, BNPB turut memberikan bantuan logistik dan peralatan bagi daerah terdampak banjir di Aceh Besar dan Aceh Jaya. Berdasarkan data Pusdalops BNPB, kedua kabupaten tersebut telah menetapkan status tanggap darurat akibat banjir yang melanda sejak 18 Oktober 2025. Banjir menggenangi 34 desa di delapan kecamatan dengan 1.776 rumah terdampak, satu sekolah dan dua jembatan rusak, serta 20 hektare lahan perkebunan ikut terendam.
BNPB segera menyalurkan bantuan logistik dan peralatan, di antaranya satu unit perahu karet bermesin, 200 matras, 200 selimut, 200 terpal, 200 paket sembako, 200 makanan siap saji, 50 hygiene kit, satu pompa alkon 6 HP, serta 50 unit tenda keluarga. Dukungan ini diserahkan langsung oleh tim BNPB kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya pada Kamis (23/10/2025), disaksikan Wakil Bupati Aceh Jaya dan Kepala Pelaksana BPBK Aceh Jaya.
“Bantuan logistik ini merupakan bentuk komitmen pemerintah pusat dalam mempercepat penanganan darurat serta memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi,” jelas Suharyanto.
Selain itu, BNPB juga memberikan dukungan logistik untuk lima wilayah di Aceh pada tahun 2025, termasuk mobil tangki air untuk Pemerintah Provinsi Aceh, mobil rescue untuk Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Timur, dan mobil pick-up untuk Kota Sabang.
Rakor tersebut turut dihadiri oleh Wakil Gubernur Aceh H. Fadhlullah, Kepala Basarnas Aceh Ibnu Harris Al Husain, Deputi Penanganan Darurat BNPB Budi Irawan, Deputi Logistik dan Peralatan BNPB Andi Eviana, serta Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Jarwansyah, bersama unsur Forkopimda dan kepala BPBD kabupaten/kota se-Aceh.
Dengan koordinasi lintas sektor ini, BNPB menegaskan kembali komitmennya untuk mewujudkan Aceh yang lebih tangguh terhadap bencana melalui peningkatan kapasitas lembaga, penguatan sistem peringatan dini, serta keterlibatan aktif masyarakat.



















