Headline.co.id (Bali) — Di tengah meningkatnya ancaman kekerasan di ruang digital, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan pentingnya perlindungan bagi perempuan dan anak melalui literasi digital yang berkeadilan. Pesan tersebut mengemuka dalam Talkshow Inspiratif She-Connects bertema “Perempuan dan Anak di Ranah Digital” yang digelar di Badung, Bali, pada Jumat (10/10/2025). Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam upaya nasional membangun ruang digital yang aman, inklusif, dan berpihak pada korban.
Dosen Sosiologi FISIP Universitas Udayana, Nyoman Ayu Sukma Pramestisari, mengungkapkan bahwa tantangan utama dalam perlindungan digital perempuan dan anak tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berakar pada budaya patriarki yang masih kuat.
“Kekerasan digital bekerja tidak hanya di ranah fisik, tetapi juga simbolik. Banyak perilaku yang secara sosial dianggap wajar padahal sesungguhnya memperkuat ketimpangan dan mengorbankan perempuan serta anak,” jelas Nyoman Ayu.
Ia menyoroti data Komnas Perempuan (2024) yang mencatat 61 persen korban kekerasan digital adalah perempuan, sementara laporan SAFEnet (2024) menunjukkan 70 persen korban doxxing juga perempuan. Sementara itu, PPATK (2025) mengungkapkan lebih dari 80 ribu anak terlibat dalam aktivitas judi online, menggambarkan seriusnya ancaman bagi generasi muda di dunia maya.
Menurut Nyoman Ayu, persoalan ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan teknologi keamanan siber. Ia menekankan pentingnya membangun literasi digital berbasis keadilan gender yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
“Literasi digital bukan hanya tanggung jawab perempuan. Ini adalah tanggung jawab kolektif untuk membangun ruang digital yang aman, adil, dan berpihak pada korban,” tegasnya.
Dalam kegiatan tersebut, peserta diajak memahami cara melindungi diri di dunia maya melalui langkah konkret, seperti penggunaan kata sandi yang kuat, aktivasi autentifikasi multifaktor, serta pendampingan aktif bagi anak dalam penggunaan gawai. Upaya ini tidak hanya meningkatkan kesadaran individu, tetapi juga memperkuat daya tahan sosial terhadap kekerasan digital.
Nyoman Ayu menegaskan, pendidikan digital yang sensitif terhadap kesetaraan gender akan menjadi pondasi penting dalam membangun budaya digital yang sehat. Ia berharap program seperti She-Connects dapat menjadi bagian dari gerakan nasional menuju ekosistem digital yang inklusif, aman, dan berkeadilan, sejalan dengan agenda pemerintah dalam pembangunan sumber daya manusia unggul dan beretika digital.
Dengan pendekatan yang mengedepankan keahlian akademik, data empiris, dan komitmen terhadap etika digital, kegiatan ini menegaskan peran strategis perempuan dan anak sebagai subjek aktif dalam transformasi digital yang berkeadilan.

















