Headline.co.id (Jakarta) ~ Pemerintah Indonesia menargetkan swasembada pangan pada 2025 dengan capaian produksi beras surplus hingga 4,86 juta ton. Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan ketahanan pangan merupakan syarat mutlak kedaulatan bangsa. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman optimistis momentum HUT ke-80 Republik Indonesia menjadi tonggak percepatan swasembada pangan.
Baca juga: Polsek Jetis Jaga Ketertiban Kirab Budaya Saparan 1.000 Apem dan Lemper di Yogyakarta
Dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD, Presiden Prabowo menekankan pentingnya kemandirian pangan sebagai jalan menuju kedaulatan ekonomi. Pemerintah disebut bekerja keras memutus ketergantungan impor dengan membuka jutaan hektare lahan pertanian baru di berbagai daerah, serta memotong birokrasi penyaluran pupuk agar langsung sampai ke petani.
Surplus Beras dan Ekspor Pertama Kali dalam Puluhan Tahun
Prabowo menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, Indonesia berhasil mengekspor beras dan jagung. Stok cadangan beras nasional saat ini menembus lebih dari 4 juta ton, jumlah tertinggi sepanjang sejarah NKRI. Selain itu, harga beli gabah dinaikkan menjadi Rp6.500 per kilogram demi meningkatkan kesejahteraan petani.
“Kini para petani tersenyum karena harga gabah stabil dan penghasilan mereka meningkat,” ujar Prabowo.
Baca juga: Menteri PANRB Rini Widyantini Tekankan Peran Perguruan Tinggi dalam Manajemen Talenta ASN
Dukungan Internasional dan Dampak Global
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menambahkan, capaian ini tak hanya berpengaruh di dalam negeri, melainkan juga berkontribusi terhadap stabilitas pangan global. Sejak Januari 2025, Indonesia berhenti mengimpor beras. Hal tersebut membuat harga beras dunia turun dari USD 460 menjadi USD 370 per ton.
“Petani Indonesia tidak hanya menyejahterakan bangsanya sendiri, tetapi juga ikut menjaga stabilitas pangan global,” kata Amran.
Keberhasilan Indonesia mendapat pengakuan dari berbagai lembaga internasional seperti FAO, USDA, hingga Badan Pusat Statistik (BPS).
Baca juga: Koperasi Desa Merah Putih Jadi Motor Penguatan Pariwisata Lokal di Tamanmartani
Reformasi Birokrasi dan Capaian Kementan
Selain surplus produksi, Kementerian Pertanian juga mencatat lompatan dalam reformasi birokrasi. Kementan berhasil kembali meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, dengan indeks reformasi birokrasi naik dari 79,64 menjadi 85,12. Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK juga meningkat dari 66,79 menjadi 74,46.
Tantangan dan Masa Depan Ketahanan Pangan
Meski capaian positif telah diraih, tantangan tetap membayangi. Perubahan iklim yang mengacaukan musim tanam, alih fungsi lahan, serta pertumbuhan penduduk menjadi persoalan serius. Pemerintah pun menggulirkan Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), diversifikasi konsumsi ke jagung, sorgum, dan sagu, serta penerapan pertanian berbasis teknologi digital.
Sejarah membuktikan, krisis pangan dapat memicu instabilitas sosial-politik. Sebaliknya, ketersediaan pangan yang stabil akan memperkuat daya beli masyarakat sekaligus menjaga laju pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Polisi Amankan Satu Bus di Sleman, Cegah Keributan di SPBU Gamping
Pangan, Hak Dasar Rakyat
Ketahanan pangan bukan sekadar strategi ekonomi, tetapi juga persoalan kemanusiaan. Sebagaimana ungkapan Omi, seorang ibu di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang setiap hari menghidangkan nasi dan lauk sederhana untuk anak-anaknya, “Asal ada beras, kami bisa tenang.”
Ungkapan sederhana itu merefleksikan makna sejati ketahanan pangan: menjamin setiap keluarga Indonesia dapat hidup dengan rasa aman, karena dapurnya tak pernah padam.
Baca juga: Presiden Prabowo Tekankan Peran Guru Sekolah Rakyat untuk Putus Rantai Kemiskinan

















