Headline.co.id (Jakarta) — Kecerdasan buatan (AI) tidak boleh sekadar menjadi alat efisiensi, melainkan harus menjadi sarana untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Pandangan ini ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno dalam pidatonya sebagai pembicara kunci di Symposium: Indonesia’s Future a Multidisciplinary Approach, Rabu (2/7), di Auditorium Kemendikdasmen, Jakarta.
Dalam acara yang turut menjadi bagian dari Flinders University Alumni Gathering 2025 itu, Pratikno menekankan bahwa pendekatan Indonesia terhadap AI berangkat dari filosofi yang berpusat pada manusia.
“Inilah inti dari pendekatan Indonesia terhadap AI yang berpusat pada manusia: bukan sekadar mengotomatisasi untuk efisiensi, tetapi untuk memperkuat dan meninggikan nilai-nilai serta kemampuan manusia,” ujarnya di hadapan para akademisi dan pemangku kepentingan.
Menurutnya, AI kini bukan lagi sekadar teknologi futuristik, tetapi telah merasuk dalam kehidupan sehari-hari, mengubah cara manusia berpikir, bekerja, dan hidup. Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia tidak hanya ingin menjadi pengadopsi, tetapi juga aktor yang memberi arah baru dalam pengembangan AI.
AI Tidak Netral, Butuh Etika dan Integritas
Pratikno menggarisbawahi bahwa sistem AI tidak bersifat netral. Karena belajar dari data dan manusia, AI mewarisi cara berpikir—termasuk kekeliruan dan bias—yang ada di dalam masyarakat. Inilah yang membuat etika menjadi fondasi penting dalam pengembangan teknologi tersebut.
“AI harus dikembangkan bukan hanya dengan kecerdasan, tetapi juga dengan integritas,” tegasnya.
Ia pun mendorong agar pengembangan teknologi digital di Indonesia dipandu oleh nilai-nilai Pancasila, bukan sekadar mengejar kemajuan teknis semata.
Talenta Digital: Bukan Sekadar Cerdas, Tapi Juga Bijak
Dalam paparannya, Pratikno mengajak semua pihak untuk menumbuhkan generasi talenta digital yang tidak hanya unggul dalam aspek teknis, tetapi juga memiliki etika dan komitmen kebangsaan.
“Kita ingin menumbuhkan talenta digital yang bukan hanya terampil secara teknis, tetapi juga berakar pada etika, yang kita sebut BIJAK dan CERDAS,” kata Pratikno.
Simposium ini menjadi ajang diskusi multidisipliner mengenai masa depan Indonesia dalam lanskap global yang kian terdigitalisasi. Dengan pendekatan humanistik terhadap teknologi, Indonesia berharap dapat membangun masa depan digital yang inklusif, berkeadilan, dan bermartabat.





















