Headline.co.id — Langit malam Teheran berubah menjadi ladang pertempuran. Suara ledakan bertubi-tubi dan tembakan sistem pertahanan udara menggema di seluruh penjuru ibu kota Iran, menandai eskalasi konflik terbuka antara dua musuh bebuyutan kawasan: Iran dan Israel.
Serangan udara Israel yang diluncurkan pada Jumat (13/6) menewaskan sedikitnya 224 orang, termasuk sejumlah petinggi militer Iran, menurut laporan media lokal yang dikutip Reuters. Tak tinggal diam, Iran merespons lewat Operasi “True Promise III”, yang menyasar kota pelabuhan strategis Haifa, Israel, menewaskan 24 warga setempat.
Konflik ini mencerminkan pergeseran dramatis dari perang proxy yang selama ini dijalankan kedua negara melalui kelompok seperti Hamas dan Hizbullah, ke bentrokan langsung yang memicu kekhawatiran global.
Serangan Balasan dan Bayang-Bayang Perang Nuklir
Ketegangan antara Iran dan Israel mencapai puncaknya setelah Israel menggempur fasilitas nuklir dan militer Iran. Balasan cepat datang dari Teheran, dengan rudal dan drone yang membidik jantung vital pertahanan Israel.
Israel, yang selama ini mengandalkan sistem pertahanan berteknologi tinggi seperti Arrow dan David’s Sling, kembali mendapat ujian berat. Meski sistem ini pernah sukses mencegat 99 persen lebih dari 300 rudal dan drone Iran pada April 2024, serangan terbaru menunjukkan adanya celah yang berhasil dimanfaatkan oleh Iran.
Di balik layar, kekuatan militer kedua negara menunjukkan perbedaan mencolok. Israel didukung penuh oleh Amerika Serikat dan mengoperasikan jet tempur siluman F-35, sementara Iran, meski tertinggal dalam hal teknologi, memperkuat armadanya dengan alutsista buatan sendiri dan pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia. Iran juga memanfaatkan senjata balistik dan drone sebagai bagian dari strategi perang asimetris.
Namun ancaman paling mencemaskan datang dari sektor nuklir. Iran diketahui telah meningkatkan pengayaan uranium hingga 90 persen—ambang batas untuk senjata nuklir. Langkah ini kembali menghidupkan kekhawatiran global akan potensi konfrontasi nuklir di Timur Tengah.
Nasib WNI: Evakuasi Senyap di Tengah Kobaran Konflik
Di tengah dentuman rudal dan kepulan asap, pemerintah Indonesia bergerak cepat. Kementerian Luar Negeri RI memastikan bahwa seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di wilayah konflik telah dievakuasi atau dalam kondisi aman.
Direktur Pelindungan WNI, Judha Nugraha, menyampaikan bahwa 42 peziarah WNI dari Yerusalem berhasil kembali ke Indonesia melalui jalur darat ke Yordania. Delapan jamaah haji asal Indonesia yang tertahan di Amman juga telah kembali ke Inggris, tempat mereka berdomisili.
Dua peziarah asal Indonesia yang berada di Iran menempuh perjalanan darat menuju Pakistan sebelum dipulangkan ke Tanah Air. Kemlu juga telah berkomunikasi dengan para WNI di Iran dan menetapkan status siaga dua, sambil menyiapkan evakuasi apabila situasi memburuk.
“Saat ini kami terus memantau situasi. Jika terjadi eskalasi, status bisa naik ke siaga satu,” tegas Judha dalam konferensi pers daring, Rabu (18/6).
Sebanyak 386 WNI di Iran—mayoritas pelajar di Qom—dan 194 WNI di Israel, dilaporkan dalam kondisi aman meskipun sejumlah lainnya masih tertahan akibat pembatalan penerbangan.
Kemlu RI juga mengimbau masyarakat Indonesia untuk menunda perjalanan ke negara-negara konflik seperti Iran, Israel, Suriah, Lebanon, dan Yaman.
Dunia Bereaksi: Evakuasi Massal dan Peringatan Perjalanan
Gelombang evakuasi tidak hanya dilakukan Indonesia. Sejumlah negara Asia pun mengambil langkah serupa. China meminta warganya untuk meninggalkan wilayah konflik secepat mungkin. India, Korea Selatan, Jepang, Malaysia, dan Thailand juga menaikkan level peringatan perjalanan dan mempersiapkan evakuasi dari kawasan rawan.
Harapan Iran pada Indonesia
Di tengah kekacauan, suara diplomasi tetap terdengar. Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, menyampaikan harapan agar Indonesia tetap mendukung Iran di forum internasional.
“Sebagai negara Muslim terbesar di dunia, kami berharap Indonesia terus menyuarakan dukungan terhadap Iran dan Palestina,” ujar Boroujerdi dalam konferensi pers di Jakarta (17/6).
Ia menyampaikan apresiasi atas sikap tegas Indonesia yang mengecam agresi Israel, serta dukungan simbolik yang diberikan oleh tokoh-tokoh politik dan masyarakat sipil.
Namun, Boroujerdi juga mengingatkan dunia akan ancaman nyata dari tindakan Israel. “Selama agresi terhadap Iran terus berlanjut, kami tidak punya pilihan lain selain melakukan perlawanan,” tegasnya.
Dunia dalam Cemas
Krisis terbaru ini menandai babak baru dalam permusuhan panjang yang berakar sejak Revolusi Islam 1979. Konfrontasi militer terbuka antara dua kekuatan regional, di tengah ketegangan nuklir dan keterlibatan kekuatan global, membuat dunia menahan napas.
Bukan tidak mungkin, benturan besar ini akan mengguncang tatanan geopolitik di kawasan Timur Tengah, dan bahkan dunia.





















