Bagaimana Hukum Pekerjaan yang Bersinggungan dengan Ritual Keagamaan Non-Muslim? ~ Headline.co.id (Jakarta). Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita menemukan situasi di mana pekerjaan yang kita jalani bersinggungan dengan ritual atau acara keagamaan yang bukan bagian dari keyakinan kita. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah mengenai hukum menerima upah dari pekerjaan yang berkaitan dengan acara keagamaan non-Muslim. Hal ini menjadi dilema tersendiri bagi sebagian umat Islam, terutama mereka yang bekerja di sektor jasa, seperti penyewaan TV dan layar besar untuk acara agama lain.
Baca juga: Meneladani Konsep Puasa Ramadhan Ala KH. Sholeh Darat di Era Digital
Fiqih Sewa-Menyewa dalam Islam
dilansir dari Nu Online, Dalam hukum Islam, transaksi yang terjadi dalam situasi seperti ini disebut sebagai akad ijarah atau sewa-menyewa. Ijarah merupakan kontrak yang sah selama memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan dalam fiqih Islam. Secara sederhana, ijarah adalah kesepakatan untuk menyewa jasa seseorang atau properti tertentu dalam jangka waktu dan harga yang telah ditentukan.
Menurut definisi fiqih, ijarah adalah akad atas suatu manfaat yang dikehendaki, diketahui, dapat diberikan, dan dilegalkan pemanfaatannya secara syar’i, dengan imbalan yang jelas. Dengan demikian, selama jasa atau barang yang disewakan tidak bertentangan dengan prinsip syariah, maka akad tersebut dianggap sah.
Baca juga: Lupa Niat Puasa Ramadhan, Apakah Sah? Ini Penjelasan Lengkap Buya Yahya
Namun, ulama sepakat bahwa akad ijarah menjadi tidak sah jika digunakan untuk tujuan yang diharamkan dalam Islam. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkan menyewakan sesuatu untuk tujuan maksiat.
Pendapat Ulama Mengenai Pekerjaan di Acara Keagamaan Non-Muslim
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum menerima upah dari pekerjaan yang berkaitan dengan acara keagamaan non-Muslim. Dalam Mazhab Syafi’i, terdapat dua pendapat mengenai penyewaan jasa seorang Muslim untuk membangun gereja:
- Pendapat pertama menyatakan bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan karena membangun gereja dinilai sebagai perbuatan haram. Jika pekerjaannya tetap dilakukan, maka upah yang diterima dianggap tidak sah.
- Pendapat kedua menyatakan bahwa akad tersebut sah dan upah yang diperoleh halal, karena gereja dalam konteks ini dianggap hanya sebagai bangunan biasa, bukan bagian dari ritual keagamaan.
Baca juga: Ternyata Ini Hal-Hal yang Membatalkan Puasa Ramadhan, Apa Saja?
Pendapat serupa juga ditemukan dalam Mazhab Hanafi. Dalam kitab Ad-Dzakhirah disebutkan bahwa seorang Muslim boleh menyewakan dirinya kepada non-Muslim untuk bekerja di gereja, selama tidak ada unsur pemuliaan terhadap keyakinan mereka. Jika pekerjaan tersebut dilakukan murni untuk mendapatkan penghasilan, maka hukumnya diperbolehkan.
Kesimpulan dan Sikap yang Bijak
Dari berbagai pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum menerima upah dari pekerjaan yang bersinggungan dengan ritual keagamaan non-Muslim memiliki dua sudut pandang:
- Jika dianggap sebagai bentuk kontribusi terhadap keyakinan yang bertentangan dengan Islam, maka hukumnya tidak diperbolehkan.
- Jika pekerjaan tersebut hanya sebatas jasa teknis tanpa ada keterlibatan dalam ibadah atau ritual, maka hukumnya diperbolehkan menurut sebagian ulama.
Baca juga: Hikmah di Balik Sunnah Berbuka dan Sahur, Sudahkah Kita Mengamalkannya?
Bagi seorang Muslim yang menghadapi dilema semacam ini, disarankan untuk bermusyawarah dengan ulama atau tokoh agama setempat agar mendapatkan bimbingan yang lebih mendalam sesuai dengan kondisi dan niat yang melandasi pekerjaannya. Jika hati merasa ragu dan bimbang, maka mengambil sikap kehati-hatian dengan menghindari pekerjaan tersebut adalah langkah yang lebih aman secara syariat. Namun, jika pekerjaan tersebut sekadar jasa teknis tanpa ada unsur dukungan terhadap keyakinan non-Muslim, maka beberapa ulama membolehkannya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Baca juga: Kapan Waktu Terbaik untuk Sahur? Ini Jawaban Menurut Imam Lintas Mazhab



















