Headline.co.id, Surabaya ~ Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menekankan pentingnya standardisasi dalam pengelolaan akses dan aset konten informasi publik guna meningkatkan kualitas layanan informasi di daerah. Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim Penyusun Kebijakan dan Standardisasi Informasi Publik Kemkomdigi, Mulyani, dalam acara Bimbingan Teknis Kebijakan Pengelolaan Akses dan Aset Konten Informasi Publik yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis (20/11/2025).
Dalam presentasinya, Mulyani menegaskan bahwa hak masyarakat untuk mendapatkan informasi telah dijamin secara konstitusional. Ia mengutip Pasal 28F Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi dengan memanfaatkan segala jenis saluran yang tersedia. “Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh pengguna informasi publik. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh pemohon dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana,” ujar Mulyani.
Mulyani juga menjelaskan peran strategis Ditjen Komunikasi Publik dan Media dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren di bidang komunikasi dan informatika, khususnya suburusan informasi dan komunikasi publik. Fungsi ini meliputi penyusunan strategi komunikasi publik, monitoring informasi kebijakan dan opini publik, penyusunan konten, diseminasi informasi, relasi media, pelayanan informasi publik, hingga penguatan kapasitas SDM komunikasi publik di daerah.
Menurut Mulyani, peningkatan kualitas pelayanan informasi publik tidak dapat dipisahkan dari penguatan kelembagaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di seluruh daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20, PPID memiliki peran kunci dalam pengelolaan dan pelayanan informasi publik, termasuk pengelolaan pengaduan masyarakat. “Pengelolaan informasi publik harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan pemerintah daerah dapat menetapkan peraturan kepala daerah untuk mendukung pelaksanaannya,” jelas Mulyani.
Ia menjelaskan bahwa ruang lingkup Petunjuk Teknis Pelayanan Informasi Publik mencakup pelaksanaan fungsi PPID, tugas dan wewenang PPID, pengorganisasian informasi dan dokumentasi, serta pengelolaan akses dan aset konten informasi publik. Ini termasuk proses klasifikasi informasi publik, uji konsekuensi, hingga tata kelola aset konten informasi publik secara terstruktur. Mulyani menegaskan bahwa struktur dan standar pengelolaan informasi publik yang kuat akan membantu pemerintah daerah memberikan layanan yang lebih transparan, responsif, dan berkualitas. “Standarisasi dan penguatan kebijakan ini menjadi fondasi penting dalam mendukung layanan informasi publik yang profesional dan berorientasi pada pemenuhan hak masyarakat,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala Bagian Manajemen Pengelolaan Data dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Titi Susanti, menyatakan bahwa informasi publik saat ini merupakan aset strategis negara yang harus diperlakukan sebagai bagian dari siklus tata kelola yang tertib dan berlandaskan hukum. Ia merinci bahwa pengelolaan aset konten informasi publik berlangsung melalui proses penciptaan, penyimpanan, penyediaan, hingga pemeliharaan dan pemusnahan, sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan termasuk UU 12/2011, UU 14/2008, dan UU 43/2009.
“Aset konten informasi publik bukan hanya data atau dokumen, tetapi sumber daya strategis yang harus dikelola dengan prinsip keterbukaan, keamanan, dan kebermanfaatan,” paparnya. Titi juga menjelaskan klasifikasi informasi publik yang wajib diumumkan secara berkala, serta-merta, tersedia setiap saat, hingga informasi yang dikecualikan sesuai Pasal 17 UU KIP. Menurutnya, prinsip keterbukaan tetap harus sejalan dengan perlindungan kepentingan publik, kerahasiaan negara, dan regulasi yang berlaku.
Ia menekankan bahwa penyediaan informasi publik harus dilakukan secara cepat, tepat waktu, berbiaya ringan, dan dengan cara sederhana. “Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, kecuali yang secara tegas dinyatakan dikecualikan. Pengujian konsekuensi harus dilakukan untuk memastikan setiap keputusan memperhatikan kepentingan yang lebih besar,” tandas Titi Susanti.





















