Headline.co.id, Temanggung ~ Proses revitalisasi Alun-Alun Temanggung menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek. Paulus Bawole, anggota Tim Ahli dan Perencanaan yang menyusun Feasibility Study (FS) untuk proyek ini, menegaskan bahwa desain ulang alun-alun harus berakar dari aspirasi dan gotong royong masyarakat.
Paulus Bawole menyatakan bahwa keberhasilan revitalisasi tidak hanya bergantung pada anggaran, tetapi lebih pada semangat inklusif dan kolaboratif masyarakat dan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkab Temanggung. “Alun-alun yang ada ini bukan miliknya Pak Bupati, tapi alun-alun ini milik masyarakat semuanya dan digunakan juga untuk masyarakat,” ujar Bawole saat membuka Focus Group Discussion (FGD) di Pendopo Pengayoman, Selasa (11/11/2025).
Bawole menambahkan bahwa pernyataan tersebut menjadi dasar bagi Tim Ahli untuk melibatkan berbagai pihak, mulai dari perangkat daerah, komunitas, hingga masyarakat umum, agar perencanaan revitalisasi benar-benar menjawab kebutuhan nyata pengguna alun-alun. Pelibatan masyarakat ini diharapkan dapat merespons persoalan riil yang dihadapi pengguna, mulai dari pedagang kaki lima hingga kelompok difabel.
Ia juga menyoroti pentingnya desain yang inklusif dan ramah bagi semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas dan lanjut usia. “Inklusif ini bisa dipakai semua orang, bukan hanya kita yang sehat, tapi juga difabel, orang tua, dan kelompok tertentu bisa ikut menemukan manfaatnya,” jelas Bawole. Sebagai contoh, ia menyebut fasilitas guiding blocks atau jalur pemandu bagi tunanetra yang ada saat ini belum berfungsi optimal karena penataannya belum sesuai standar.
Selain aspek inklusivitas, Tim Ahli juga menekankan pentingnya keberlanjutan ekonomi rakyat dan kemudahan pemeliharaan. Menurut Bawole, revitalisasi Alun-Alun Temanggung diharapkan tidak hanya mempercantik kota, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal dan menjadi ruang publik yang produktif. “Kalau pemeliharaannya relatif sederhana dan murah, itu bisa dengan mudah kita lakukan,” tutur dia.
Bawole menambahkan bahwa Alun-Alun Temanggung memiliki nilai historis panjang, terekam sejak tahun 1970 hingga 2015, dengan fungsi yang terus berevolusi dari tempat pertemuan penguasa dan rakyat hingga menjadi ruang terbuka hijau dan pusat aktivitas masyarakat. “Kita coba kembalikan kembali alun-alun itu menjadi milik masyarakat,” terang dia.
Ia mendefinisikan alun-alun bukan hanya sebagai ruang publik dan ruang terbuka hijau, tetapi juga identitas wilayah dan titik nol kilometer yang menjadi pusat sejarah serta simbol kehidupan masyarakat Temanggung. FGD ini diharapkan menjadi momentum penting untuk menggali ide perencanaan langsung dari masyarakat, sehingga desain yang dihasilkan nantinya benar-benar fungsional, adaptif, nyaman, aman, dan berkarakter lokal.


















