Headline.co.id, Padang ~ Padang Lamun Memiliki Peran Penting Dalam Menjaga Ekosistem Laut seperti mendukung kehidupan biota laut, menjernihkan air, dan menstabilkan sedimen. Namun, vegetasi lamun sering kali terabaikan dibandingkan dengan terumbu karang dan hutan mangrove. Lamun berfungsi sebagai area asuh bagi ribuan jenis ikan, mengikat sedimen untuk mencegah abrasi, menyimpan karbon, dan menjadi sumber makanan utama bagi megafauna yang dilindungi seperti dugong dan penyu hijau.
Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Universitas Hasanuddin dalam Indonesia Seagrass Mapping Partnership telah menyelesaikan peta terumbu karang dan padang lamun. Prof. Pramaditya Wicaksono, S.Si., M.Sc., pakar penginderaan jauh biodiversitas pesisir UGM sekaligus koordinator proyek ini, menyatakan bahwa peta tersebut akan dirilis pada November 2025. “Petanya sudah jadi, siap diluncurkan. Dengan ini kita akhirnya memiliki peta lamun nasional pertama yang telah divalidasi,” ujarnya pada Selasa (4/11).
Prama, sapaan akrab Prof. Pramaditya, menjelaskan bahwa pemetaan lamun lebih menantang dibandingkan dengan mangrove karena lokasi lamun berada di bawah permukaan air. “Lokasi lamun berada di bawah permukaan air sehingga pemetaan lebih menantang. Sementara kan mangrove kanopinya berada di atas permukaan dan dapat diamati melalui satelit secara langsung,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa energi seperti infra merah diserap oleh air, sehingga pilihan panjang gelombang untuk pemetaan lamun lebih terbatas dibandingkan mangrove.
Pemetaan lamun nasional dilakukan dengan menggunakan data citra Sentinel-2 dengan resolusi spasial 10×10 meter, yang diintegrasikan dengan data survei lapangan dan diproses melalui algoritma machine learning. Akurasi peta yang dihasilkan dipastikan melalui dua tahap, yaitu validasi lapangan langsung dan validasi publik. “Kita juga mengundang semua stakeholder di Indonesia mulai dari NGO, universitas, pemerintah pusat hingga hingga, untuk berkontribusi dalam proses validasi peta tersebut. Feedback dari mereka kita ulas kembali untuk proses finalisasi peta,” tambahnya.
Dosen pengampu Analisis dan Pemodelan Citra Digital Penginderaan Jauh dari Fakultas Geografi UGM ini juga menjelaskan ancaman terhadap ekosistem padang lamun, salah satunya adalah sedimentasi yang belum teratasi. Sedimen yang masuk ke perairan pesisir menyebabkan air menjadi keruh, sehingga lamun tidak dapat berfotosintesis secara optimal. “Sedimen ini juga dapat mengandung nutrisi yang membuat alga menjadi tumbuh subur sehingga lamun kalah kompetisi dengan alga,” paparnya.
Ancaman lain yang signifikan termasuk pembangunan infrastruktur dan reklamasi pantai yang mengeruk padang lamun, kompetisi ruang dengan budidaya rumput laut, serta kerusakan fisik akibat baling-baling kapal pariwisata. Prama menegaskan bahwa peta yang baru diselesaikan ini tidak bisa hanya menjadi dokumen statis. Tindak lanjut terpenting adalah pemantauan berkala untuk mengukur dampak nyata dari ancaman-ancaman tersebut. “Yang paling penting adalah sekarang bagaimana pemetaan itu dapat dilaksanakan secara rutin. Karena kan kita tidak hanya butuh informasi terkait lamun pada satu tanggal, tapi juga dinamikanya, apakah berkurang atau bertambah,” pungkasnya.



















