Headline.co.id, Jakarta ~ Proses Pembelajaran Siswa Tidak Hanya Terbatas Pada Mendengarkan Penjelasan Di Kelas tetapi juga memerlukan pengalaman langsung dalam mengeksplorasi lingkungan sekitar. Eksplorasi ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan meningkatkan motivasi belajar. Salah satu faktor yang dapat mendorong motivasi belajar adalah terciptanya emosi kagum atau awe emotion. Emosi ini merupakan respons emosional intens yang dialami individu ketika dihadapkan pada objek, peristiwa, atau individu yang luar biasa, dan dianggap sebagai emosi positif berupa rasa kagum, heran, dan takjub.
Berdasarkan hal tersebut, Tim Program Kreativitas Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM 2025 Bidang Penelitian melakukan penelitian berjudul “Belajar dengan Rasa Kagum: Eksplorasi Emosi Awe pada Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar.” Tim ini terdiri dari Rizki Dwi Rahmadani Putri (Ketua, Psikologi 2023), Mentari Diva Ratnamaya (Psikologi 2023), dan Rizki Abdillah (Psikologi 2023). Mereka mengeksplorasi integrasi emosi awe dalam pembelajaran untuk menumbuhkan motivasi dan rasa ingin tahu anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan riset aksi dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan observasi non partisipatif di SDIT Alam Nurul Islam Yogyakarta. Pendekatan awe emotion dalam pembelajaran ini membantu menciptakan suasana belajar yang lebih interaktif bagi siswa.
Rizki Dwi Rahmadani Putri, ketua tim, menjelaskan bahwa simulasi gunung meletus dipilih sebagai pendekatan riset karena memberikan unsur kejutan visual yang kuat dan mudah dipahami. Simulasi ini menggunakan campuran soda kue dan cuka untuk menggambarkan letusan gunung, yang berhasil membuat siswa merasa kagum dan termotivasi untuk mencari tahu lebih lanjut tentang fenomena tersebut. “Kami memilih simulasi gunung meletus karena memberikan unsur kejutan visual kuat dan mudah dipahami,” ungkap Rizki, Selasa (21/10).
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan rasa ingin tahu siswa dalam mempelajari fenomena gunung meletus lebih dalam. Hal ini mendorong siswa untuk mengeksplorasi lebih lanjut tentang fenomena yang diperagakan. Selain itu, pembelajaran berbasis awe emotion membuat siswa lebih aktif bertanya kepada orangtua di luar kelas dan mempermudah pemahaman fenomena dengan lebih baik.
Meskipun mendapatkan antusiasme dari siswa, Rizki mengungkapkan tantangan besar dalam riset ini adalah membedakan respon dan ekspresi siswa. Tim peneliti harus memastikan bahwa ekspresi yang diungkapkan siswa adalah bentuk rasa kagum, bukan kebingungan. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam menemukan pengalaman pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif.
Rizki juga menyatakan bahwa penelitian ini memberikan kesan berarti bagi tim karena dapat mengeksplorasi emosi awe pada siswa melalui pembelajaran interaktif dengan pendekatan alam. Ia tidak menyangka penelitian ini mendapat respon positif dan memotivasi siswa dalam belajar. “Respons siswa yang sangat antusias membuat kami merasa senang karena berhasil memberikan kegiatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa,” tuturnya.
Dengan adanya pembelajaran berbasis awe emotion dalam penelitian ini, tim berharap pendekatan ini menjadi inovasi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran pendidikan dasar dan menjadi inspirasi bagi pengajar melalui sisi emosional siswa. Pembelajaran awe emotion diharapkan tidak hanya mendidik secara kognitif, tetapi juga menumbuhkan rasa ingin tahu, kekaguman, dan motivasi belajar.





















