Headline.co.id (Jakarta) — Konten komunikasi publik yang berdampak tidak muncul secara spontan, melainkan melalui proses perencanaan yang sistematis dan terukur. Akademisi Universitas Padjadjaran sekaligus praktisi media sosial, Ira Mirawati, menegaskan bahwa pemerintah perlu menyusun strategi komunikasi publik yang terstandar agar pesan yang disampaikan kuat, kredibel, dan mampu membangun kepercayaan masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Ira dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Kebijakan Standardisasi Konten Program Prioritas Nasional yang diselenggarakan oleh Direktorat Informasi Publik, Ditjen Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di Denpasar, Bali, Rabu (29/10/2025).
Menurut Ira, membangun komunikasi publik yang satu suara di antara lembaga pemerintah bukan hanya tantangan teknis, tetapi juga mencakup aspek sumber daya manusia, sarana, dan kesiapan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).
“Kualitas komunikasi publik ditentukan oleh bagaimana pemerintah memahami substansi program prioritas dan mampu menyampaikannya dengan bahasa yang kredibel,” tegasnya.
Ia menjelaskan, standardisasi konten menjadi acuan penting untuk memastikan pesan publik dari berbagai lembaga pemerintah memiliki arah, substansi, dan dampak yang selaras. Setiap pesan, kata Ira, harus berpegang pada prinsip jelas, komplet, ringkas, konkret, sopan, tepat, dan dipercaya.
Lebih lanjut, Ira menguraikan delapan tahapan penyusunan konten strategis yang harus dilakukan secara sistematis agar komunikasi publik berjalan efektif. Tahap pertama dimulai dari analisis program prioritas, yaitu memahami urgensi, target, dan tujuan komunikasi—termasuk perubahan perilaku atau persepsi yang diharapkan dari publik.
Tahap kedua adalah pemetaan khalayak, yang meliputi target primer, sekunder, dan tersier beserta karakteristik digital dan kanal komunikasi yang sesuai.
“Khalayak tersier sering kali tidak terlibat langsung, tapi terpapar pesan. Dalam isu sensitif, kelompok ini bisa menentukan arah persepsi publik, sehingga tidak boleh diabaikan,” jelasnya.
Tahap ketiga adalah perumusan pesan utama (key message) dan pesan pendukung (supporting message) yang berbasis data dan fakta. Pesan harus mampu menjelaskan masalah, solusi pemerintah, manfaat bagi masyarakat, serta ajakan untuk berpartisipasi. Tahap keempat mencakup validasi konten dan penentuan komunikator—baik resmi, teknis, maupun pendukung seperti akademisi atau influencer—melalui proses approval yang ketat agar tetap akurat dan sesuai kebijakan.
Sementara itu, tahapan kelima hingga kedelapan meliputi produksi konten, distribusi melalui kanal resmi lembaga, manajemen respons publik, serta monitoring dan evaluasi efektivitas pesan.
“Konten yang baik bukan hanya hasil kreativitas, tapi buah dari perencanaan yang matang dan koordinasi yang solid,” ujar Ira menegaskan.
Selain itu, Ira juga menyoroti pentingnya waktu tayang yang tepat agar pesan dapat menjangkau audiens yang lebih luas tanpa mengorbankan kualitas. Ia menilai, interaksi publik serta tindak lanjut terhadap masukan masyarakat menjadi indikator utama keberhasilan komunikasi pemerintah.
“Konten yang berkualitas akan menemukan audiensnya, tapi komunikasi yang terencana dengan baik akan membentuk partisipasi publik yang nyata,” pungkasnya.
Melalui penerapan prinsip dan tahapan standardisasi ini, pemerintah diharapkan dapat memperkuat koordinasi lintas lembaga, menyatukan arah komunikasi, dan membangun kepercayaan publik. Komunikasi publik yang terukur bukan hanya tentang penyebaran informasi, tetapi juga tentang menciptakan partisipasi dan kolaborasi masyarakat dalam kebijakan negara.



















