Headline.co.id (Jakarta) ~ Sosok Khoirul Adib (23), santri asal Tuban, Jawa Timur, menjadi bukti nyata bahwa dunia pesantren kini tak lagi terbatas pada kajian kitab kuning semata. Dalam ajang Pesantren Award 2025 yang digelar di Jakarta pada Senin (20/10/2025), Adib, santri Pondok Pesantren Darul Ilmi Meteseh Semarang, berhasil meraih Juara 1 kategori Santri Inspiratif berkat kiprahnya yang menggabungkan nilai religius dengan inovasi teknologi.
“Dalam proses seleksi banyak hal yang diuji, mulai dari mengaji, kontribusi untuk pesantren, hingga prestasi yang sudah dicapai. Mungkin saya hanya berusaha memenuhi semua aspek itu sesuai ketentuan kategori Santri Inspiratif,” ujar Adib, Selasa (21/10/2025).
Dari Pesantren ke Dunia Inovasi Global
Lahir dan besar di Desa Rayung, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban, Adib menempuh pendidikan di lingkungan pesantren yang membentuk karakter disiplin dan religius. Kini, ia tengah menempuh program S2 Double Degree di Universitas Diponegoro dan Hiroshima University Jepang, melalui beasiswa LPDP.
Lulusan Teknologi Informasi UIN Walisongo Semarang ini dikenal berprestasi di bidang akademik. Ia berhasil meraih IPK 3,97, dinobatkan sebagai Wisudawan Terbaik Universitas, sekaligus peraih Skripsi Terbaik. Tak hanya unggul secara akademik, Adib juga aktif menulis buku dan berkompetisi di berbagai ajang internasional.
“Pesantren mengajarkan banyak hal. Tidak hanya soal ilmu agama, tapi juga bagaimana beradaptasi di era digitalisasi seperti sekarang,” ujarnya. “Santri harus punya soft skill dan life skill agar bisa bertahan di masa depan.”
Menyatukan Tradisi dan Teknologi
Bagi Adib, menjadi santri bukan penghalang untuk berinovasi. Ia justru menjadikan pesantren sebagai tempat berlatih karakter dan kedisiplinan yang menjadi bekal untuk berkompetisi di dunia global.
Baca juga: 20 Finalis WISH 2025 Pamer Inovasi ke Investor, Dorong Akses Modal dan Pasar Pelaku Pariwisata
“Manajemen waktu itu tantangan terbesar. Kita harus pandai membagi waktu antara ngaji dan belajar. Tapi di situlah nilai yang saya dapatkan dari pesantren: disiplin dan adab,” tuturnya.
Nilai-nilai itulah yang kemudian ia terapkan dalam berbagai inovasi. Salah satunya melalui proyek Santri Academy, platform pembelajaran agama berbasis daring yang ia kembangkan untuk menjawab kebutuhan pembelajaran modern di pesantren.
Inovasi tersebut mengantarkannya meraih berbagai penghargaan bergengsi, seperti Medali Emas di World Young Invention and Exhibition (WYIE) Malaysia, serta Medali Perak di World Invention Creativity Olympic (WICO) di Korea Selatan. Ia juga mencatat prestasi di World Startup Competition TÜBİTAK Turki dan Research International Science and Invention Fair (ISIF) di Bali.
Santri Inspiratif dengan Prestasi Dunia
Dalam catatan prestasinya, Adib telah menjadi pembicara internasional di berbagai forum, termasuk YSEALI AI Future Makers Thailand dan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) yang digelar Kementerian Agama.
Pada 2024, ia juga dinobatkan sebagai Pemuda Utama Jawa Timur kategori Hobi dan Prestasi oleh Dinas Kepemudaan dan Olahraga Jawa Timur.
Bagi Adib, penghargaan sebagai Santri Inspiratif bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal tanggung jawab moral untuk memberi contoh bagi santri lain.
“Saya harus membuktikan bahwa santri bisa berkontribusi nyata bagi masyarakat dan bangsa. Santri itu bukan hanya belajar agama, tapi juga harus membawa manfaat di bidang apa pun,” tegasnya.
Baca juga: Kemenpar dan JICA Perkuat Kerja Sama Pengembangan SDM dan Pendidikan Vokasi Pariwisata
Pesan untuk Santri Era Digital
Adib meyakini, tantangan utama pesantren masa kini adalah menyiapkan santri yang kuat dalam ilmu agama sekaligus melek digital. Dalam bukunya yang berjudul “Beradaptasi Atau Mati: Santri Milenial Harmoni antara Tradisi dan Teknologi”, ia menegaskan pentingnya keseimbangan antara nilai spiritual dan inovasi.
“Kita harus punya skill, mental siap berinovasi, dan tidak takut gagal. Kalau gagal itu bagian dari belajar, kalau berhasil itu rezeki,” ujarnya.
Ia juga berpesan agar santri tidak menunggu kesempatan, tetapi menciptakan peluang.
“Silakan fokus di bidang masing-masing—teknologi, sosial, atau agama. Jangan lupa tularkan ilmu. Mungkin kecil bagi kita, tapi bisa besar bagi orang lain. Ilmu yang barokah itu ilmu yang ditularkan,” tutupnya.
Baca juga: Remaja Pengendara Nmax Tabrak Sepeda dan Terlibat Benturan dengan Truk di Gamping Sleman




















