Headline.co.id (Jakarta) — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa galon polykarbonat (PC) yang dapat dipakai ulang aman digunakan sebagai kemasan pangan. Kepastian ini diumumkan pada Minggu (14/9/2025) dan menepis isu bahaya Bisphenol A (BPA) yang selama ini ramai diperbincangkan. Penegasan tersebut tidak hanya melindungi konsumen dari hoaks kesehatan, tetapi juga mendukung strategi nasional pengurangan sampah plastik melalui prinsip guna ulang.
BPOM menekankan bahwa setiap regulasi disusun berdasarkan kajian ilmiah yang objektif. Hasil riset di berbagai laboratorium, termasuk uji pada kondisi ekstrem seperti paparan sinar matahari, menunjukkan tidak ada temuan migrasi BPA yang melampaui ambang batas aman.
Pakar kesehatan masyarakat Universitas Muhammadiyah Hamka (Uhamka), Hermawan Saputra, menegaskan bahwa material polykarbonat telah lama disepakati aman digunakan. “Dalam pembuatan galon itu sebenarnya memiliki efek yang sangat minimum dan sudah direkomendasikan aman untuk menjadi alat kemas,” ujar Hermawan yang juga Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI). Ia menyebut isu bahaya BPA tidak terbukti dan cenderung mengarah pada hoaks.
Sejalan dengan itu, dokter sekaligus influencer kesehatan Dr. Tirta Mandira Hudhi menilai narasi bahaya BPA berpotensi dimainkan oleh pihak tertentu untuk menggiring konsumen beralih ke kemasan sekali pakai. “Ada kecurigaan isu ini sengaja digulirkan untuk kepentingan pasar, bukan kesehatan publik,” ujarnya.
Dari sisi hukum bisnis, pakar Universitas Sumatera Utara Prof. Ningrum Natasya Sirait turut mempertanyakan regulasi pelabelan BPA. Menurutnya, kebijakan yang tidak didasari konsensus kesehatan justru bisa membebani industri dan pada akhirnya merugikan konsumen. “Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?” katanya.
Keputusan BPOM yang berpegang pada sains dinilai penting untuk menjaga iklim usaha tetap adil dan menghindarkan masyarakat dari informasi menyesatkan. Di sisi lain, langkah ini memperkuat posisi Indonesia dalam mendukung kemasan ramah lingkungan sekaligus memastikan keamanan pangan berbasis bukti ilmiah.
Edukasi konsumen berbasis fakta menjadi kunci untuk membangun kesadaran publik yang lebih sehat, cerdas, dan tidak mudah terpengaruh isu yang tidak berdasar.



















