Headline.co.id (Jakarta) ~ Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya merespons “17+8 Tuntutan Rakyat” dengan menetapkan enam keputusan penting melalui rapat konsultasi pimpinan DPR bersama fraksi-fraksi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat malam (5/9/2025). Keputusan ini diumumkan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, sebagai bentuk tanggapan awal terhadap aspirasi publik yang belakangan semakin gencar. Meski demikian, masyarakat sipil menilai langkah ini baru tahap awal dan menunggu realisasi reformasi yang lebih luas.
Dalam konferensi pers, Dasco menjelaskan bahwa enam butir kesepakatan tersebut ditandatangani langsung oleh seluruh pimpinan DPR, yakni Ketua DPR RI Puan Maharani, serta para wakil ketua Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal. Kesepakatan meliputi penghentian tunjangan perumahan anggota DPR, moratorium kunjungan kerja luar negeri, pemangkasan fasilitas dan tunjangan, penghentian hak keuangan bagi anggota DPR yang dinonaktifkan partai, koordinasi Mahkamah Kehormatan DPR dengan mahkamah partai, serta penguatan transparansi dan partisipasi publik dalam legislasi.
Enam keputusan ini dipandang sebagai langkah simbolis untuk merespons gelombang tuntutan masyarakat. Pasalnya, dokumen “17+8 Tuntutan Rakyat” berisi desakan mendesak seperti investigasi independen kasus kekerasan aparat, penghentian keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, pembebasan demonstran tanpa kriminalisasi, hingga reformasi menyeluruh DPR dan partai politik.
Koalisi masyarakat sipil menilai keputusan DPR patut diapresiasi, tetapi belum menjawab seluruh poin yang menjadi perhatian publik. “Keputusan ini menunjukkan ada respons, tapi publik tentu menunggu keberlanjutan dari tuntutan yang lebih luas, seperti investigasi HAM, reformasi DPR, dan penguatan KPK,” ujar salah satu perwakilan koalisi.
Dengan demikian, DPR kini berada di persimpangan penting. Di satu sisi, langkah enam keputusan tersebut bisa memperbaiki citra lembaga legislatif yang kerap dikritik soal fasilitas dan transparansi. Namun di sisi lain, harapan publik terhadap perubahan struktural dan penegakan hukum yang lebih adil masih menunggu realisasi nyata.























