Headline.co.id (Toba) ~ Geopark Toba Caldera di Sumatera Utara resmi ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada tahun 2020. Penetapan ini merupakan pengakuan dunia atas keunikan Danau Toba yang terbentuk dari letusan supervolcano sekitar 74.000 tahun lalu. Kawasan ini menyimpan nilai geologi, hayati, dan budaya, sekaligus menjadi pusat edukasi dan pariwisata berkelanjutan yang melibatkan masyarakat lokal.
Baca juga: Kemenpar Rilis Kajian Dampak Libur Nasional terhadap Sektor Pariwisata di Indonesia
Letusan Gunung Toba yang membentuk kaldera raksasa diperkirakan 5.000 kali lebih dahsyat dibanding letusan Gunung Merapi. Abu vulkanik dari peristiwa itu bahkan memengaruhi iklim global. Kaldera kemudian terisi air dan menjadi Danau Toba, danau vulkanik terbesar di dunia yang kini menjadi daya tarik utama wisata alam Indonesia.
Selain nilai geologi, kawasan ini menyimpan keragaman hayati. Lebih dari 200 jenis burung, ratusan spesies tumbuhan, serta satwa khas seperti siamang, kingfisher, dan ihan Batak hidup di kawasan hutan Danau Toba. Bahkan terdapat tanaman endemik Andaliman yang kerap disebut “merica Batak” dan menjadi bumbu khas dalam kuliner tradisional.
Baca juga: Wisata Pulau Tidung, Surga Kepulauan Seribu dengan Jembatan Cinta yang Ikonik
Geopark Toba Caldera juga dikenal sebagai laboratorium alam terbuka. Berbagai lapisan batuan vulkanik seperti ignimbrite dan lava andesit masih bisa ditemukan, menjadi saksi bisu proses pembentukan bumi jutaan tahun lalu. Keberadaan formasi geologi tersebut memberi nilai ilmiah dan edukatif bagi penelitian serta pengembangan ilmu kebumian.
Tidak kalah penting, budaya Batak turut memperkaya identitas Geopark Toba. Rumah adat dengan arsitektur khas, kain ulos yang sarat makna spiritual, serta tarian Tor-Tor masih dilestarikan masyarakat setempat. Tradisi ini menjadi bagian penting dalam memperkuat hubungan manusia dengan alam dan sejarah leluhurnya.
Dengan status UNESCO Global Geopark, Geopark Toba Caldera bukan sekadar destinasi wisata, melainkan warisan bumi yang memiliki nilai ilmiah, ekologis, dan budaya. Kawasan ini menjadi contoh bagaimana keindahan alam dapat menyatu dengan kehidupan masyarakat serta dikelola secara berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Baca juga: Menpar Tegaskan Keselamatan Wisatawan Prioritas Utama, Tragedi Rinjani Jadi Pengingat Nyata




















