Headline.co.id (Jakarta) – Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menandatangani kesepakatan kerja sama energi senilai 15 miliar dolar AS, atau setara sekitar Rp240 triliun. Kesepakatan ini mencakup impor minyak mentah (crude oil) dan gas petroleum cair (LPG) dari Negeri Paman Sam, sebagai bagian dari strategi jangka panjang Indonesia dalam memperkuat ketahanan dan diversifikasi energi nasional.
Hal tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam keterangan resminya, Senin (28/7/2025).
“Kita sudah sepakati bahwa kita akan belanja BBM crude dan LPG, yang harganya itu sekitar kurang lebih 15 miliar dolar AS. Itu pasti kita akan lakukan dengan langkah-langkah memperhatikan nilai keekonomian,” ujar Bahlil.
LPG Sudah Berjalan, Volume Siap Ditingkatkan
Bahlil mengungkapkan bahwa impor LPG dari Amerika Serikat sejatinya telah berlangsung sebelumnya. Namun, dengan adanya kesepakatan baru ini, Indonesia akan meningkatkan volume pembelian sebagai langkah konkret memperkuat pasokan energi dalam negeri.
“Kalau LPG sudah terjadi, sekarang volumenya kita tingkatkan. Itu yang sedang kita kerjakan sekarang,” tegasnya.
Meski belum membeberkan detail volume pembelian minyak mentah dan LPG, Bahlil memastikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan perangkat untuk merumuskan kesepakatan harga yang kompetitif. Tujuannya adalah agar kebijakan impor ini tetap efisien dan tidak membebani perekonomian nasional.
Kurangi Ketergantungan Timur Tengah dan Asia
Salah satu dampak strategis dari kesepakatan ini adalah berkurangnya ketergantungan Indonesia terhadap pasokan energi dari kawasan Timur Tengah dan Asia. Menurut Bahlil, diversifikasi sumber pasokan energi ini penting untuk menjaga stabilitas harga dan keamanan energi nasional di tengah dinamika geopolitik global.
“Kita tidak bisa terus bergantung pada satu kawasan. Kerja sama dengan AS ini membuka alternatif strategis yang lebih stabil secara ekonomi maupun politik,” ujar Bahlil.
Perdagangan Timbal Balik Perkuat Akses Ekspor
Kesepakatan energi ini juga beriringan dengan diumumkannya kerangka kerja negosiasi Perjanjian Perdagangan Timbal Balik antara Indonesia dan Amerika Serikat. Melalui kerangka kerja ini, hampir seluruh tarif impor Indonesia terhadap produk industri, pangan, dan pertanian asal AS akan dihapus.
Sebagai imbal balik, AS juga telah menyepakati penurunan tarif atas produk Indonesia dari sebelumnya 32 persen menjadi 19 persen—pembebanan yang sempat tertunda penerapannya.
Kerangka kerja perdagangan ini diumumkan oleh Gedung Putih dalam pernyataan bersama pada 22 Juli 2025 dan menjadi pijakan baru dalam hubungan bilateral kedua negara, khususnya dalam bidang energi dan perdagangan.
Dengan kombinasi kerja sama energi dan perdagangan yang saling menguntungkan, Indonesia kini berada pada titik strategis untuk memperkuat posisi tawarnya dalam rantai pasok global sekaligus menjaga stabilitas pasokan energi nasional.





















