Headline.co.id (Surabaya) — Ujian akhir menjadi momok tersendiri bagi banyak mahasiswa. Di balik tumpukan buku dan deadline yang menumpuk, ada gelombang tekanan psikologis yang tak kasat mata namun sangat nyata. Dosen Kedokteran Fakultas Ilmu Kesehatan Kedokteran dan Ilmu Alam (FIKKIA) Universitas Airlangga (Unair), dr Damba Bestari SpKJ, menegaskan bahwa stres menjelang ujian merupakan respons alami tubuh, namun dapat berubah menjadi krisis serius jika tidak dikelola dengan tepat.
“Tubuh kita dirancang untuk merespons stres melalui mekanisme fight or flight dengan hormon seperti kortisol dan adrenalin. Dalam batas wajar, ini justru bisa meningkatkan fokus dan performa. Namun jika berlebihan, dapat mengganggu fungsi mental dan fisik,” ujar dr Damba dalam keterangannya di Surabaya, Kamis (19/6/2025).
Pernyataan tersebut selaras dengan temuan dalam jurnal Exam Season Stress and Student Mental Health (George, 2024), yang mencatat bahwa mahasiswa kerap mengalami gejala gangguan kecemasan, perubahan suasana hati, bahkan kecenderungan melukai diri sendiri (Non-Suicidal Self Injury/NSSI) serta percobaan bunuh diri saat musim ujian tiba. Tekanan terus-menerus tanpa intervensi yang tepat disebut berpotensi memicu krisis kesehatan mental yang serius.
“Jika sudah muncul tanda-tanda seperti keinginan menyakiti diri atau merasa putus asa, itu alarm yang tidak boleh diabaikan. Segera cari bantuan,” tegas dr Damba.
Begadang dan Kopi Bukan Jawaban
Mahasiswa sering merespons tekanan akademik dengan kebiasaan kurang sehat, seperti begadang dan mengonsumsi kafein berlebihan. Menurut dr Damba, kebiasaan tersebut justru kontraproduktif.
“Tidur yang cukup adalah kebutuhan biologis yang tidak bisa digantikan. Gangguan pola tidur akan berdampak pada kemampuan berpikir dan pengendalian emosi,” ujarnya.
Strategi Sehat Hadapi Ujian
Untuk menghadapi masa ujian dengan lebih sehat, dr Damba menyarankan beberapa strategi penting: mencicil materi belajar sejak dini, melakukan microbreak secara berkala, memenuhi kebutuhan dasar seperti tidur dan makan bergizi, serta menjalin hubungan suportif dengan sesama mahasiswa.
“Jangan anggap remeh kekuatan spiritual dan dukungan dari orang terdekat. Itu bisa menjadi penyangga penting di tengah tekanan yang datang dari berbagai arah,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya melepaskan beban perfeksionisme. “Rasa takut gagal sering kali menjadi tekanan terbesar. Cobalah tanamkan dalam diri bahwa ‘cukup baik’ itu sudah cukup. Proses belajar lebih penting daripada semata-mata hasil akhir,” tambahnya.
Menjaga Mental, Kunci Kesuksesan Jangka Panjang
Di tengah padatnya agenda akademik, pesan penting yang ingin ditegaskan dr Damba adalah bahwa menjaga kesehatan mental adalah bagian dari kesuksesan itu sendiri. Ujian bukanlah akhir dari segalanya, dan perjalanan akademik yang dijalani dengan sehat akan lebih bermakna daripada sekadar mengejar nilai sempurna.
“Jika sudah terlalu berat, jangan malu atau ragu untuk mencari bantuan profesional. Kesehatan mental adalah hak setiap individu, termasuk mahasiswa,” tutupnya.





















