Headline.co.id (Sleman) — Suara perempuan di sektor pertanian kembali bergema kuat dari Kapanewon Ngaglik. Pada Selasa (17/6/2025), Kelompok Wanita Tani (KWT) se-Kapanewon Ngaglik menggelar pertemuan yang tak sekadar menjadi ajang temu muka, melainkan tonggak penting terbentuknya paguyuban bernama “Laras Sembada”.
Langkah kolektif ini diyakini menjadi motor penggerak baru bagi pemberdayaan perempuan dan peningkatan hasil pertanian lokal. Bertempat di wilayah Ngaglik, acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dukuh setempat, dan para pengurus KWT dari tiap kalurahan.
Kepala UPTD BP4 Wilayah 4, Dibyo Waradta, menyambut positif inisiatif ini. “Saya mengucapkan selamat atas terbentuknya paguyuban KWT se-Ngaglik bernama Laras Sembada. Ini adalah langkah positif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pertanian,” tuturnya dalam sambutan.
Paguyuban “Laras Sembada” tidak hanya berdiri sebagai simbol kebersamaan, tetapi juga langsung bergerak dengan memilih struktur kepengurusan periode 2025–2028. Untari Wahyuningsih terpilih sebagai Ketua Paguyuban, didampingi oleh Wijiarti sebagai Ketua II.
“Kami berharap dengan adanya kepengurusan ini, setiap KWT dapat saling belajar dan berbagi pengalaman untuk meningkatkan hasil pertanian masing-masing,” ujar Untari penuh semangat.
Dalam rangka memperkuat kapasitas organisasi, ditunjuk pula tiga penasihat yang akan mendampingi jalannya program kerja paguyuban, yaitu Gunanto, Suryani, dan Suko. Kehadiran para penasihat ini diharapkan memberi arah strategis sekaligus memastikan keberlanjutan kegiatan secara optimal.
Tak hanya bicara struktur, pertemuan ini juga memantapkan komitmen kolektif KWT Ngaglik dalam menghadapi tantangan pertanian masa kini, mulai dari ketahanan pangan, inovasi teknologi tani, hingga penguatan peran perempuan dalam ekonomi lokal.
Dengan terbentuknya “Laras Sembada”, para wanita tani Ngaglik membuktikan bahwa pertanian bukan sekadar soal lahan dan panen, tapi juga tentang solidaritas, inovasi, dan masa depan masyarakat yang berdaya.
Pertemuan ini menjadi awal yang menggugah: ketika perempuan bersatu, pertanian tak lagi dipandang sebelah mata.




















