Headline.co.id (Jakarta) — Persidangan kasus dugaan korupsi impor gula kembali mengungkap fakta mengejutkan. Ahli auditor madya dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kristianto, membeberkan lima penyimpangan besar dalam proses importasi gula yang menyeret sejumlah nama besar di lingkaran perdagangan nasional.
Kesaksian Kristianto disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (13/6/2025), dengan terdakwa mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus.
“Dari pengungkapan fakta dan proses kejadian tersebut, kami berpendapat terjadi penyimpangan. Ini adalah lima penyimpangan yang ada dalam laporan kami,” kata Kristianto di hadapan majelis hakim.
Lima Titik Rawan yang Ditemukan BPKP
Dalam paparannya, Kristianto menjelaskan bahwa penyimpangan pertama terjadi sejak tahap awal pengajuan impor. “Prosedur pengajuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk dijadikan gula kristal putih (GKP) tidak didasarkan pada rapat koordinasi antar-kementerian,” ungkapnya.
Penyimpangan kedua, lanjutnya, terjadi saat importasi dilakukan ketika produksi dalam negeri mencukupi dan berada di masa musim giling tebu. “Padahal dalam kondisi tersebut, impor tidak diperlukan,” imbuhnya.
Temuan ketiga menyebut bahwa pasokan gula untuk stabilisasi harga tidak ditangani oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana mestinya. “Yang menjalankan malah pihak lain, bukan BUMN,” ujarnya.
Keempat, menurut Kristianto, pengendalian pasokan seharusnya dilakukan melalui impor GKP, bukan GKM. Kelima, penerbitan Persetujuan Impor (PI) tidak disertai dengan rekomendasi resmi dari kementerian terkait, termasuk Kementerian Perindustrian.
Jejak Korupsi Charles Sitorus dan Tom Lembong
Dalam surat dakwaan sebelumnya, jaksa penuntut umum menyatakan bahwa Charles Sitorus diduga memperkaya sembilan perusahaan swasta dalam proyek impor gula yang tidak sah. Ia disebut melanggar penugasan untuk pembentukan stok dan harga gula nasional sesuai dengan harga patokan petani (HPP).
“Terdakwa Charles Sitorus tidak melaksanakan penugasan sesuai RKAP PT PPI tahun 2016. Ia justru melakukan pengaturan harga bersama produsen gula rafinasi,” kata jaksa saat membacakan dakwaan, Kamis (6/3).
Pengaturan harga itu mencakup rantai distribusi dari produsen ke PT PPI hingga ke distributor, semuanya berada di atas HPP. Bahkan, menurut jaksa, perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki izin untuk mengelola GKM menjadi GKP.
Yang lebih menggemparkan, keterlibatan eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, turut disorot. Ia disebut menerbitkan izin impor untuk sembilan perusahaan tanpa melalui koordinasi lintas kementerian maupun rekomendasi Kementerian Perindustrian.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, hingga PT Kebun Tebu Mas. Semua disebut mendapatkan izin secara tidak sah.
Kerugian Negara Capai Ratusan Miliar
Atas rangkaian perbuatan tersebut, jaksa menyatakan negara mengalami kerugian hingga Rp 295,1 miliar. Angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai lebih dari Rp 578 miliar.
Terdakwa Charles Sitorus dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya, yang diperkirakan akan mengungkap lebih jauh praktik lancung dalam tata niaga impor pangan strategis nasional.



















