Headline.co.id (Jakarta) — Pemerintah kembali menegaskan komitmennya dalam memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan. Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (5/6), menyampaikan bahwa Program Sekolah Rakyat tak sekadar membuka akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin, tapi juga menjadi misi negara untuk memutus warisan kemiskinan antar-generasi.
“Pak Presiden tidak ingin kalau orang tuanya kurang mampu, anaknya ikut miskin. Presiden ingin memuliakan orang-orang yang kurang mampu,” ujar Agus Jabo, merujuk pada komitmen Presiden Prabowo Subianto.
Dua titik Sekolah Rakyat akan segera dibuka di Magelang, yakni di Sentra Antasena dan Gedung Pusdiklat Tegalrejo. Keduanya ditargetkan mulai berjalan pada Juli 2025. Berbeda dari sekolah konvensional, seluruh kebutuhan siswa akan ditanggung penuh oleh negara — dari kurikulum, tenaga pengajar, hingga fasilitas asrama dan perlengkapan belajar, semuanya disiapkan secara gratis.
“Pak Presiden ingin anak-anak Indonesia bisa sekolah setinggi-tingginya. Di situlah negara harus hadir,” tegas Wamensos.
Bupati Magelang Grengseng Pamuji pun menyatakan dukungan penuh terhadap langkah progresif Kementerian Sosial tersebut. Ia menilai, pendidikan adalah pondasi utama dalam pengentasan kemiskinan.
“Kita dorong bahwa ilmu pengetahuan menjadi dasar pengentasan kemiskinan hari ini melalui Sekolah Rakyat,” ujar Grengseng. Ia juga menambahkan bahwa program ini selaras dengan agenda Pemerintah Kabupaten Magelang, yang menargetkan pemberian beasiswa kepada seribu mahasiswa setiap tahun.
Anisa, Potret Harapan dari Pinggir Kehidupan
Di balik kebijakan besar ini, terselip kisah nyata tentang harapan yang kembali menyala. Anisa Dwi Pangestu (15), anak dari keluarga miskin ekstrem di Magelang, menjadi salah satu calon siswa Sekolah Rakyat. Hidup dalam keluarga dengan penghasilan tak lebih dari Rp1,5 juta per bulan, Anisa sempat mengubur cita-citanya lantaran tak mampu melanjutkan pendidikan usai SMP.
Ayahnya, Heryanto (47), adalah pencari rongsok keliling. Ibunya, Siti Kusriyatun (44), mengurus rumah tangga. Bersama kedua adik dan kakaknya yang bekerja di kios martabak, Anisa selama ini bertahan dalam keterbatasan. Namun, kehadiran Sekolah Rakyat bagai oase di tengah padang gersang.
“Harapan itu kembali muncul. Bukan karena belas kasihan, tapi karena negara memberi jalan lewat pendidikan yang layak,” kata Anisa dengan mata berbinar.
Lewat Sekolah Rakyat, pemerintah berupaya menyelamatkan masa depan anak-anak dari keluarga termiskin, bukan sekadar dengan bantuan tunai, tapi lewat pembekalan ilmu dan karakter. Sebuah investasi jangka panjang yang diharapkan bisa membalik nasib, dari rantai kemiskinan menuju lingkaran kemajuan.


















