Perbedaan Metode Penentuan Lebaran Idul Fitri: Muhammadiyah vs NU ~ Headline.co.id (Jakarta). Idul Fitri merupakan puncak momen suci setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Di Indonesia, dua organisasi Islam terbesar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), memiliki pendekatan yang berbeda dalam menentukan awal bulan Syawal yang pada gilirannya menentukan tanggal perayaan Lebaran Idul Fitri. Meski berbeda metode, keduanya tetap mengutamakan keakuratan dan keharmonisan dalam penyelenggaraan hari besar umat.
Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal oleh Muhammadiyah
Muhammadiyah menerapkan metode “hisab hakiki wujudul hilal” yang berbasis pada perhitungan astronomi. Berikut poin-poin utama dari metode ini:
- Ijtimak (Konjungsi): Perhitungan dimulai ketika posisi bulan dan matahari berimpit atau sejajar.
- Posisi Bulan Saat Matahari Terbenam: Menentukan apakah bulan sudah berada di atas ufuk ketika matahari mulai meredup.
Baca juga: Doa Ramadhan Hari ke-27: Keutamaan dan Makna Mendalam untuk Mendapatkan Keistimewaan Lailatul Qadar
Jika kedua kriteria tersebut terpenuhi, maka keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 1 Syawal. Kelebihan metode ini adalah kemampuannya untuk menetapkan tanggal jauh-jauh hari, sehingga persiapan perayaan dapat dilakukan lebih awal dengan dasar kepastian ilmiah. Seperti yang telah disampaikan langsung oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang telah menetapkan bahwa 1 Syawal 1446 Hijriah pada Senin, 31 Maret 2025.
Metode Rukyatul Hilal oleh NU
Sementara itu, NU menggunakan metode “rukyatul hilal”, yang mengutamakan pengamatan langsung terhadap hilal (bulan sabit) setelah matahari terbenam. Beberapa aspek penting dari metode ini meliputi:
- Pengamatan Langsung: Berdasarkan anjuran Nabi Muhammad SAW untuk melihat hilal sebagai penanda awal bulan baru.
- Peran Hisab sebagai Pendukung: Meskipun NU juga memanfaatkan perhitungan hisab, hasil tersebut harus dikonfirmasi dengan pengamatan langsung.
- Penetapan Awal Syawal: Jika hilal terlihat, maka malam itu langsung ditetapkan sebagai malam pertama Syawal. Bila hilal tidak terlihat, bulan Ramadan digenapkan menjadi 30 hari, sehingga 1 Syawal jatuh pada hari berikutnya.
Baca juga: Apa itu Sholat Hifdzil Iman? Pengertian, Waktu, dan Tata cara Pelaksanaannya
Pendekatan ini menekankan nilai keislaman yang tradisional, mengedepankan pengalaman visual yang telah menjadi bagian dari sejarah umat Muslim. Dengan begitu, 1 Syawal 1446 H NU akan dipastikan setelah menunggu keputusan sidang isbat oleh Kemenag yang dijadwalkan pada 29 Maret 2025.
Persamaan dan Perbedaan
Meskipun kedua metode memiliki landasan yang berbeda, ada beberapa poin penting yang menunjukkan persamaan tujuan di baliknya. Kedua organisasi ini berupaya menetapkan awal Syawal seakurat mungkin agar perayaan Idul Fitri dapat dirayakan dengan semangat yang tepat. Muhammadiyah menitikberatkan perhitungan ilmiah, sedangkan NU lebih mengedepankan tradisi dan pengamatan langsung.
Dalam beberapa tahun terakhir, terlihat adanya kesamaan tanggal perayaan Idul Fitri antara Muhammadiyah dan NU. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun metode berbeda, kedua pihak saling menghargai perbedaan dan tetap bersatu dalam menyambut hari kemenangan.
Baca juga: Tata Cara Sholat Taubat: Jalan Kembali Menuju Ampunan Allah SWT
Imbauan untuk Toleransi dan Persatuan
Perbedaan dalam metode penentuan awal Syawal seharusnya tidak dijadikan sumber perpecahan, melainkan sebagai bentuk kekayaan dalam keberagaman pemikiran keislaman. Beberapa poin penting yang patut diingat adalah Umat Muslim diimbau untuk tetap menjaga rasa persaudaraan dan tidak memperbesar perbedaan. Pemerintah Indonesia terus mendorong dialog dan koordinasi antara berbagai organisasi Islam demi mencapai kesepakatan dalam penentuan hari-hari penting kalender Islam.
Baca juga: Sholat Tasbih: Keutamaan, Tata Cara, dan Bacaannya
Kedua pendekatan tersebut sebenarnya memperkaya tradisi keislaman di Indonesia, menunjukkan bahwa perbedaan dalam metode tidak mengurangi nilai ibadah dan semangat Idul Fitri. Melalui toleransi dan dialog, diharapkan umat dapat merayakan hari kemenangan dengan penuh kebersamaan dan saling menghormati.
Dengan memahami kedua metode ini, diharapkan umat Muslim semakin menghargai keragaman dalam praktik keagamaan dan menyadari bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk bersatu dalam kebahagiaan Idul Fitri.
Baca juga: Sholat Hajat: Memohon Pertolongan Allah SWT dalam Setiap Keinginan





















