Hukum Mengorek Kuping dengan Cotton Bud di Siang Hari Ramadhan: Tinjauan Fikih dan Dasar Hukumnya ~ Headline.co.id (Jakarta). Dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan, umat Islam diajak untuk lebih berhati-hati dalam setiap perbuatan, termasuk hal-hal kecil yang berkaitan dengan tata cara bersuci dan perawatan diri. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah “apakah menggunakan cotton bud atau mengorek kuping di siang hari puasa membatalkan puasa?”. Untuk menjawabnya, mari kita telaah dasar-dasar hukum dan pendapat para ulama terkait hal ini.
Dasar Hukum Umum dalam Membatalkan Puasa
Dilansir Headline Media dari kanal YouTube NU Online pada Sabtu (8/3), secara umum, puasa batal apabila ada sesuatu yang masuk ke dalam saluran atau rongga tubuh yang berkaitan langsung dengan sistem pencernaan. Dalam konteks ini, sebagian ulama berpegang pada pendapat bahwa setiap “lubang” atau pintu masuk pada tubuh (kecuali mata) jika dihantarkan dengan sesuatu yang dapat menembus dan mencapai saluran yang berkaitan dengan pencernaan, bisa berpotensi membatalkan puasa.
Baca juga: Sejarah Kerajaan Islam Pertama di Nusantara: Menelusuri Jejak Kesultanan Perlak
Pendapat Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat bahwa semua lubang tubuh dianggap sebagai pintu masuk yang bersifat terbuka, dan apabila ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam lubang tersebut, maka hal itu dapat membatalkan puasa. Menurut pandangan ini, telinga termasuk dalam kategori lubang yang apabila dimasuki sesuatu secara signifikan, bisa berpengaruh terhadap kesahihan puasa. Dengan demikian, penggunaan cotton bud untuk membersihkan telinga secara mendalam menurut sebagian pengikut pandangan ini bisa dianggap membatalkan puasa.
Pendapat Imam Ghazali dan Tinjauan Kedokteran
Di sisi lain, Imam Ghazali (rahimahullah) menyatakan bahwa telinga tidak termasuk dalam lubang terbuka yang berhubungan langsung dengan saluran pencernaan. Menurut Imam Ghazali, pembersihan telinga (selama tidak ada substansi yang secara tidak sengaja masuk ke dalam saluran pencernaan) tidak seharusnya membatalkan puasa.
Pendapat ini mendapat dukungan dari sisi ilmu kedokteran, di mana para dokter menegaskan bahwa telinga merupakan organ yang tidak memiliki hubungan langsung dengan sistem pencernaan. Oleh karena itu, pembersihan telinga dengan cotton bud tidak dianggap mempengaruhi keabsahan puasa.
Baca juga: Pengertian Qada dan Qadar dalam Islam: Belajar Memahami Takdir dan Kehendak Allah SWT
Implikasi Praktis dan Saran
Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut, terdapat dua pendekatan yang bisa dipertimbangkan oleh umat, apa saja?
- Pendekatan Hati-hati (Precautionary Approach):
Bagi yang mengikuti pandangan ketat seperti yang dianut oleh sebagian ulama Syafi’i, disarankan untuk menghindari penggunaan cotton bud secara mendalam pada saat berpuasa. Jika memungkinkan, pembersihan telinga bisa dilakukan pada waktu lain (misalnya setelah berbuka) atau dengan cara yang tidak menimbulkan kekhawatiran bahwa sesuatu akan masuk ke dalam saluran yang berpotensi membatalkan puasa.
- Pendekatan Kontekstual
Menurut pendapat Imam Ghazali dan dukungan dari sisi kedokteran, jika penggunaan cotton bud hanya untuk membersihkan bagian luar telinga dan tidak memasukkan substansi ke dalam saluran yang berkaitan dengan pencernaan, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa. Dalam kondisi ini, sebaiknya pengguna memastikan cara pembersihan tidak terlalu dalam sehingga menimbulkan risiko.
Baca juga: Apa Saja Rukun dan Tujuan Puasa Ramadan? Makna Mendalam di Balik Ibadah Siam
Kesimpulan
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum menggunakan cotton bud untuk mengorek kuping di siang hari Ramadhan.
- Menurut pandangan Imam Syafi’i, segala sesuatu yang dimasukkan ke dalam lubang tubuh (kecuali mata) berpotensi membatalkan puasa.
- Sementara itu, Imam Ghazali beserta dukungan dari pandangan kedokteran menyatakan bahwa pembersihan telinga yang tidak mengakibatkan masuknya substansi ke dalam saluran pencernaan tidak membatalkan puasa.
Oleh karena itu, sebagai bentuk kehati-hatian, umat sebaiknya menimbang pendapat ulama yang diyakini dan mempertimbangkan cara pembersihan yang aman. Jika ragu, menghindari praktik tersebut pada waktu puasa adalah pilihan yang bijaksana agar ibadah puasa tetap sah dan khusyuk.






















